WHO menyarankan untuk sering-sering cuci tangan dengan air dan sabun untuk mencegah tertular virus corona. Ironisnya, tidak semua orang bisa melakukannya. Bagi yang tinggal di daerah kumuh, air bersih adalah kemewahan.
Hal itulah yang dialami oleh keluarga wanita bernama Celestine Adhiambo ini. Calestine dan suami beserta 6 anaknya tinggal di daerah kumuh Mukuru di Nairobi.
Mereka tinggal di rumah yang sangat sederhana dengan satu kamar. Sedihnya, mereka juga kesulitan mendapat air bersih. Karena situasi tersebut, mereka pun tak bisa sering mencuci tangan.
"Tidak mungkin bagi kami untuk memisahkan satu anak dari yang lainnya jika terjadi infeksi. Kami tidak memiliki ruang. Tidak ada ruang di sini. Pemerintah harus membawa orang yang terinfeksi ke rumah sakit," ungkap Calestine, dilansir dari BBC.
Suami Calestine sendiri sehari-harinya berprofesi sebagai tukang kayu. Sebagian penghasilan sang suami harus dipakai untuk membeli 10 ember air.
Situasi sulit ini juga dialami oleh Shanthi Sasindranath di India. Dia dan keluaraganya juga kesulitan mendapat air bersih, sehingga tak bisa sering cuci tangan seperti yang dianjurkan WHO.
Untuk bertahan hidup, ia harus menempuh jarak 50 km untuk membeli air dari sumur pertanian. Karena itu, Shanthi dan keluarganya pun harus membatasi aktivitasnya.
"Saya menyuruh anak-anak saya untuk mencuci tangan secara perlahan dan menyeluruh. Saya memberi tahu mereka bahwa mereka harus mencuci tangan setiap kali mereka kembali dari luar, meskipun mereka baru keluar selama lima menit. Sebagai sebuah keluarga, kita tidak bisa bepergian seperti seperti dulu," kata Shanthi.
Seorang dosen di University of Glasgow di Inggris, Dr Poppy Lamberton mengatakan, sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah serius untuk menangani masalah ini.
"Beberapa pemerintah mungkin saja miskin, tetapi tidak seburuk dari setiap individu. Dalam kasus wabah, mereka harus mampu mengisolasi seluruh komunitas," kata Poppy.