Kontroversi Telegram Kapolri Isinya Melarang Media Tampilkan Kekerasan dan Arogansi Polisi

- Selasa, 6 April 2021 | 13:19 WIB
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. (Antara Foto)
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo. (Antara Foto)

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan telegram yang dinilai mengekang kebebasan pers, di mana media masa dilarang menyiarkan tindakan kekerasan atau arogansi anggota kepolisian.

Surat telegram itu ditujukan kepada Kapolda dan Kabid Humas seluruh Indonesia. Surat itu bernomor: ST/750/IV/HUM/3.4.5/2021 ditandatangani oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas nama Kapolri tertanggal 5 April 2021.

Keluarnya surat itu dibenarkan Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono. 

Brigjen Rusdi menyebut pertimbangan dikeluarkan instruksi tersebut agar kinerja jajaran Humas Polri termasuk di wilayah-wilayah semakin baik.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Brigjen Rusdi kepada wartawan, Selasa (6/4/2021).

Surat telegram tersebut dinilai kontroversi pasalnya melarang media melakukan peliputan tindakan kekerasan dan arogansi pihak kepolisian.

Berikut 11 poin dalam surat telegram tersebut;

  1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis;
  2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana;
  3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian;
  4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan;
  5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual;
  6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya;
  7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur;
  8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku;
  9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang;
  10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten;
  11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

Artikel menarik lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X