Selain eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang diperkirakan tetap berlanjut hingga 2020, pemerintah juga diminta mewaspadai kejatuhan ekonomi Eropa yang ditandai perjanjian Britania Exit (Brexit) yang gagal dan peluang resesi yang terjadi di Jerman.
Hal itu diungkapkan Ekonom Bank BNI, Ryan Kiryanto, Kamis (17/10). Menurut dia, potensi resesi mulai tercium di Jerman saat ini. Belum lagi masalah Brexit yang keputusannya akan final pada 31 Oktober ini, didindikasikan 'no deal'.
Ryan menganggap jika hasil kesepakatan Brexit itu no deal, bakal memukul ekonomi Eropa. Sementara itu, Jerman yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar Eropa, sudah menjelang era resesi karena Purchasing Manager Indeks (PMI)-nya mencapai level yang sangat rendah, yaitu 43.
"Padahal treasure daripada PMI itu angka 50, yang mengindikasikan ekonomi suatu negara bergerak normal," kata Ryan kepada Indozone.
Menyinggung soal PMI, Ryan juga mengatakan level PMI Indonesia sudah 'lampu kuning' dan harus segera diperbaiki saat ini.
"Bagi tim ekonomi nanti yang menjadi catatan adalah saat ini angka PMI Indonesia berada di bawah 50, sekitar 49. Itu memberikan sinyal bahwa beberapa manufaktur kita sudah mengurangi kapasitas produksi dan berdampak pada pengurangan karyawan," tutur Ryan.
Menurut Ryan, bukan masalah sepele PMI Indonesia mengalami demikian. Sebab, penurunan kapasitas produksi itu biasanya disebabkan penurunan permintaan konsumen.
Adapun penurunan permintaan konsumen bisa diindikasikan dari berkurangnya daya beli masyarakat.
"Ini PR (Pekerjaan Rumah) yang berat dan harus jadi prioritas utama (dibenahi), disamping masalah-masalah yang lain," tutur Ryan. (SN)