Pendiri NU dan Gus Dur Tak Masuk Kamus Sejarah, Anggota DPR Tuding Kemendikbud Disusupi

- Kamis, 22 April 2021 | 23:44 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim menilai klarifikasi dan permintaan maaf Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ke PBNU harus dilanjutkan dengan evaluasi total dokumen sejarah yang telah diterbitkan negara.

Selain itu, kata Luqman, Nadiem harus meluruskan sejarah dengan menggandeng pihak berkompeten, termasuk PBNU.

"Kalau itu tidak dilakukan, kehadiran Nadiem Makarim ke PBNU sekadar upaya mencari suaka politik agar tidak dicopot oleh Presiden Jokowi," katanya dilansir ANTARA, Kamis (22/4/2021).

Luqman Hakim mengemukakan hal itu terkait dengan tidak adanya nama K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Kemendikbud. 

Menanggapi hal itu, Nadiem bertemu pimpinan PBNU di Jakarta

Ia menilai tidak dicantumkannya nama kedua tokoh NU itu dalam Kamus Sejarah Indonesia yang disusun Kemendikbud, bukan kelalaian atau kekhilafan.

Luqman menduga Kemendikbud telah disusupi kekuatan kontra NKRI yang ingin memecah belah bangsa Indonesia dengan mendiskriminasikan kelompok-kelompok tertentu di dalam masyarakat melalui penulisan sejarah, dalam hal ini kelompok NU.

Oleh karena itu, dia meminta Presiden Jokowi mengevaluasi menyeluruh terhadap Kemendikbud sehingga dapat membersihkan kementerian ini dari kekuatan yang ingin memecah belah bangsa.

"Harus ditemukan pihak-pihak yang secara sengaja dan sistematis melakukan manipulasi dengan menghilangkan peran ulama dan organisasi Islam dalam sejarah bangsa. Tidak peduli siapa pun yang melakukan dan kapan dilakukannya," ujarnya.

Di satu sisi, dia menghargai silaturahmi Nadiem ke PBNU sekaligus memberikan klarifikasi dan minta maaf mengenai masalah Kamus Sejarah Indonesia yang menjadi kontroversial karena tidak mencantumkan ulama besar pendiri NU K.H. Hasyim Asyari dan Gus Dur dalam sejarah pendirian dan pembentukan karakter bangsa Indonesia.

Di sisi lain, dia menilai klarifikasi permintaan maaf yang dilakukan Nadiem kepada PBNU belum cukup melegakan karena keluarga besar NU selama ini sering menjadi korban dari penyusunan sejarah yang manipulatif dan tidak jujur.

Ia mencontohkan Resolusi Jihad NU pada tanggal 22 Oktober 1945 yang berisi fatwa bahwa hukumnya wajib bagi setiap orang Islam berjuang mempertahankan kemerdekaan melawan penjajah yang kembali datang.

"Namun, selama ini disembunyikan dari dokumen sejarah. Padahal, itu adalah awal mula adanya pertempuran Surabaya yang melahirkan Hari Pahlawan 10 November," katanya.

Politikus PKB itu juga meminta pemerintah agar menjadikan kasus manipulasi Kamus Sejarah Indonesia sebagai momentum untuk meninjau ulang seluruh dokumen sejarah perjalanan bangsa.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Motor Kepeleset, Dua Jambret Ditangkap di Monas

Senin, 18 Maret 2024 | 14:10 WIB
X