Perludem Desak KPU Revisi Syarat Pencalonan Kepala Daerah

- Rabu, 11 Desember 2019 | 16:06 WIB
Ilustrasi pemilihan kepala daerah oleh KPU (Antara).
Ilustrasi pemilihan kepala daerah oleh KPU (Antara).

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) merevisi PKPU pencalonan ke daerah setelah putusan Mahkamah Konstitusi.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan Perludem dan ICW terkait calon kepala daerah eks narapidana koruptor yang ingin maju dalam pilkada. Putusan MK menyebutkan narapidana eks koruptor harus menunggu lima tahun sejak keluar dari penjara, jika ingin ikut pilkada. 

Titi menyatakan Perludem memberi beberapa usulan. Pertama, mendesak KPU segera merevisi peraturan KPU tentang pencalonan Gubernur, Bupati dan Walikota, menyesuaikan dengan materi yang sudah diputus oleh MK, sesuai Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019. 

"Revisi peraturan ini penting segera dilakukan, agar mekanisme teknis pencalonan lebih pasti, khususnya bagi mantan terpidana yang akan menjadi calon. Selain itu, KPU perlu juga segera menyosialisasikan peraturan KPU tersebut, yang sesuai dengan putusan MK," ujarnya saat dihubungi, Rabu (11/12).

Kedua, sambungnya, KPU perlu membuat pengaturan yang memungkinkan partai politik melakukan penggatian atas calon yang terkena OTT KPK dengan alasan calon tersebut berhalangan tetap.

Sebab, dengan ditangkap oleh KPK maka si calon tidak bisa melakukan kewajibannya dalam berkampanye sebagai bagian dari kerja pendidikan politik yang harus dilakukan calon. Calon yang kena OTT KPK itu pun tidak bisa lagi melakukan proses pencalonan secara permanen. 

"Usulan ini berkaca dari pengalaman Pilkada 2018. Ada sembilan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berstatus petahana yang kena OTT KPK. Sangat disayangkan mereka tidak bisa diganti akibat PKPU yang tidak memungkinkan itu, dan akhirnya dua orang (Ahmad Hidayat Mus dalam Pilgub Maluku Utara, dan Syahri Mulyo di Pilbub Tulungagung, Jawa Timur) yang sedang ditahan KPK malah terpilih memenangi pilkada," ungkapnya.  

Menurutnya, perlu terobosan pengaturan teknis dalam peraturan KPU tentang kampanye serta peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Itu dilakukan untuk menerjemahkan lebih spesifik, kongkrit, dan menjangkau secara luas atas klausul "jujur dan terbuka" mengakui bahwa dirinya adalah mantan napi bagi para mantan napi yang dicalonkan di pilkada. 

"Pengaturan di PKPU kampanye dapat berupa pengumuman dan pencantuman secara konsisten informasi soal rekam jejak hukum mantan napi (dihukum atas perbuatan apa, dihukum berapa lama, dan kapan bebas murni). Pencantuman ini dilakukan dalam setiap dokumen dari calon yang mantan napi, yang digunakan untuk kepentingan kampanye dan juga sosialisasi pilkada," tegasnya.

Selain itu, di dalam ketentuan peraturan KPU tentang pemungutan dan penghitungan suara di TPS perlu diatur tentang pengumuman soal status mantan napi (dihukum atas perbuatan apa, dihukum berapa lama, dan kapan bebas murni), di papan pengumuman masuk TPS yang memuat profil (daftar riwayat hidup) calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

"Selama ini di setiap TPS selalu diumumkan profil calon yang berkontestasi di pilkada, namun KPU belum pernah mengatur soal pengumuman di TPS ini baik di pemilu legislatif maupun pilkada," jelasnya.

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X