Mendagri Tito Singgung Perayaan Hari Ibu Budaya Kafir, Sindir UAS?

- Selasa, 24 Desember 2019 | 09:38 WIB
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Menanggapi video viral di media sosial tentang Hari Ibu haram dilakukan, dan dicap sebagai budaya kafir, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menolak jika peringatan itu dicap sebagai budaya kafir dan haram untuk dilakukan.

-
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

"Saya lihat ada viral di media sosial yang mengatakan peringatan Hari Ibu itu berdosa untuk diperingati karena itu dibuat oleh orang kafir maka harus bertaubat. Betul enggak? Ada yang nonton?” kata Tito usai menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun Dharma Wanita Persatuan (DWP) di Gedung Kementerian Dalam Negeri Jakarta, Senin (23/12)..

Video yang dibicarakan oleh Mendagri diduga merupakan bagian dari ceramah Ustad Abdul Somad (UAS) yang menyebut bahwa Hari Ibu haram dilakukan, dan itu adalah bagian dari tradisi orang kafir. Saat itu, UAS tengah menjawab sebuah pertanyaan dari jemaah pengajian tentang hukum merayakan Hari Ibu.

Video yang kini viral di media sosial itu sebenarnya sudah diunggah sejak tahun 2017. Namun, menjelang Hari Ibu, banyak orang yang mengunggah ulang video tersebut.

"Hari ibu Indonesia tanggal 22 Desember tidak diperingati seperti mothering sunday di negara lain. Ini versi kita sendiri," ujar Tito.

Tito menambahkan perlu pemahaman sejarah sebelum mengatakan bahwa peringatan Hari Ibu adalah budaya kafir.

"Saya sampaikan kita harus berfikir, memahami sejarah, saya khawatir yang menyampaikan itu enggak memahami sejarah," lanjut Tito.

Tito menjelaskan, di Indonesia sendiri, Hari Ibu diperingati untuk mengenang kongres perempuan pertama tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres itu diikuti lebih kurang 30 organisasi kemasyarakatan wanita, termasuk dari Aisyiyah dan lain-lain melibatkan perempuan dari berbagai macam latar belakang suku, agama, pekerjaan, juga usia.

-
ilustrasi/pexels

Tito menyebut kongres itu dilakukan untuk mewujudkan semangat kemerdekaan. Seperti halnya gerakan sumpah pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober.

"Kurang dari dua bulan kemudian, perempuan Indonesia pun membuat gerakan dengan melaksanakan kongres perempuan pertama," ujar Tito.

Pembicaraan dalam kongres perempuan itu mengarah pada perjuangan kemerdekaan dengan mengedepankan emansipasi perempuan. Hal ini bertujuan untuk memperluas peran ibu dalam kehidupan masyarakat, selain mengurusi permasalahan rumah tangga.

"Jadi faktor sejarah (hari ibu) ini bagian tidak terpisahkan dari perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka dan misi kemerdekaan saat ini," ujar Tito.

Oleh sebab itulah, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden tahun 1959.

Tito menambahkan, peringatan Hari Ibu di Indonesia berbeda dengan  di negara lain.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X