KPK Didesak Ungkap Dugaan Korupsi Pengadaan Helikopter SAR Rp 130 Miliar, Ini Buktinya

- Rabu, 24 Juni 2020 | 19:26 WIB
Dua helikopter diterima Badan SAR Nasional (Basarnas) dari PT Dirgantara Nasional (PTDI), di hanggar Rotary Wings, PTDI, Kota Bandung, Kamis (12/12/2019). (Foto: ANTARA/Dian Hardiana)
Dua helikopter diterima Badan SAR Nasional (Basarnas) dari PT Dirgantara Nasional (PTDI), di hanggar Rotary Wings, PTDI, Kota Bandung, Kamis (12/12/2019). (Foto: ANTARA/Dian Hardiana)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera mengungkap dugaan korupsi pengadaan helikopter SAR yang merugikan negara sekitar Rp 130 miliar. Dugaan korupsi tersebut disebut-sebut melibatkan petinggi Basarnas dan PT Dirgantara Indonesia (PTDI).

Desakan tersebut disampaikan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane melalui keterangan pers yang diterima Indozone.id, Rabu (24/6/2020).

"IPW siap memberikan data data dugaan korupsi helikopter SAR itu ke KPK," kata Neta.

Dari penelusuran IPW, tahun 2015 Basarnas membeli dua Helikopter SAR dari PTDI, jenis Douphin AS365 buatan pabrikan Airbus, dengan anggaran Rp 395 miliar sudah termasuk tambahan satu engine sebagai suku cadang. 

Lalu pada tahun 2017 Basarnas kembali mengajukan anggaran ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk pengadaan dua unit Helikopter SAR buatan Leonardo Helikopter jenis AW139 sebesar Rp 529 miliar. 

Helikopter yang disebut terakhir ini lebih besar kapasitas dan lebih tangguh kemampuannya dibandingkan dengan helikopter Douphin dari PTDI/Airbus. Pengajuan anggaran ini sudah disetujui oleh Kemenkeu dan dimasukan dalam DIPA Basaranas tahun 2018.

"Namun memasuki Tahun 2018, Kepala Basarnas M Syaogi berpikiran lain, dengan anggaran Rp 529 miliar tersebut Kabasarnas inginnya membeli Helikopter Douphin lagi. Tujuannya agar margin yang bisa diperoleh PTDI bisa lebih dengan besar," kata Neta.

Namun Sestama Basarnas selaku KPA pada saat itu, Dadang Arkuni, tidak setuju dengan pemikiran 
Kabasarnas. Sebab hal itu menyalahi administrasi, dimana pengajuan ke Kemenkeu 
sebesar Rp 529 miliar tersebut adalah karena memang untuk membeli helikopter AW139 buatan pabrikan Leonardo. 

"Jika saat pengajuan ke Kemenkeu untuk pembelian dua unit helikopter Douphin, tentu harganya tidak akan sebesar Rp 529 miliar, karena tahun 2015/2016 Basarnas baru membeli dua unit helikopter Douphin dengan harga Rp 395 miliar, sehingga jikalau ada eskalasi harga selang satu tahun kenaikan maksimumnya sebesar 10 persen dari harga Rp 395 miliar, yakni maksimum Rp 430 miliar," terang Neta.

Akibatnya, menurut info yang diperoleh IPW, Kabasarnas berseteru dengan Sestama. Pengadaan Helikopter tersebut pun ditunda. 

Saat Sestama pensiun di bulan September 2018, proyek helikopter ini dijalankan lagi, meskipun masa jabatan Kabasarnas tinggal tiga bulan lagi. 

"Alhasil proyek helikopter Basarnas ini dikebut dan diatur sedemikian rupa. Pagu anggaran untuk pembelian helikopter AW139 dipakai untuk membeli helikopter Daophin buatan Airbus/PTDI," ujar Neta berapi-api.

Anehnyalanjutnya, pembelian Douphin dengan harga yang begitu mahal, yakni sebesar Rp 523 miliar ternyata tidak termasuk tambahan mesin sebagai cadangan seperti kontrak sebelumnya.

"Anehnya lagi, posisi PPK diambilalih dari PPK pengadaan Dophin di 2015 dari Anjar Sulistiono ke Hanafi (Direktur Sarpras) yang merupakan  orang dekat Kabasarnas M Syaogi. Sementara Anjar Sulistiono dimutasikan ke Biak Papua," terangnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X