Pro kontra terkait rencana Kementerian BUMN untuk melakukan restrukturisasi dan Initial Public Offering (IPO) di tubuh PT Pertamina (Persero) semakin meruncing.
Banyak kalangan yang menganggap, IPO tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengkerdilkan peran BUMN yang mengelola sumber daya alam, dengan melakukan privatisasi terhadap perusahaan migas tersebut.
Ada juga kalangan yang menghawatirkan nasib Pertamina akan sama dengan Garuda Indonesia dan Krakatau Steel yang terlebih dahulu menjadi perusahaan publik dan dianggap tidak berhasil.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, ada hal yang perlu dicermati disini, yaitu rencana IPO tersebut akan dibuka bagi dua sub-holding Pertamina yang bergerak di sektor hulu. Kemudian yang kedua adalah kebutuhan anggaran Pertamina yang begitu tinggi, untuk menggarap blok-blok migas besar di sektor hulu yang baru saja didapatkan pengelolaannya.
"Lho, sekarang yang akan IPO adalah Sub Holding (Pertamina), dimana memang sub holding ini lebih kepada arah operasional teknis ya. Jadi beda entitas dengan KS (Krakatau Steel) atau Garuda," ujar Mamit kepada Indozone, saat dihubungi pada Rabu (17/6/2020).
Menurut Mamit, melalui IPO terhadap sub holding Pertamina di sektor hulu, maka kedepannya Pertamina akan memiliki kemampuan lebih untuk ekspansi tanpa harus mengandalkan global bond (surat utang luar negeri).
"Justru dengan misalnya dilakukan penghimpunan dana, Pertamina bisa melalukan ekspansi ke luar dengan memperbanyak blok migas yang potenai besar di sana, dimana hasilnya di kirim ke sini untuk diolah dan di produksikan. Saya kira ini merupakan cara untuk menjaga ketahanan energi nasional," tuturnya.
Disisi lain, kata Mamit, dengan IPO atau kerjasama parthnership, Pertamina dapat berbagi risiko dan pihak lain dalam mengelola blok migas. Ia menyebut bahwa bisnis di sektor hulu memang menjanjikan, namun diakuinya bahwa bisnis hulu memang penuh risiko dan padat modal. Sehingga, ia memandang bahwa dengan IPO atau parthnership, selain bisa berbagi modal, Pertamina juga bisa berbagi risiko dengan parthnernya atau para investor disaat menderita kerugian.
"Seperti saya sampaikan, industri migas adalah industri yang penuh resiko dan ketidakpastian tinggi. Maka itu lebih baik kita mencari partner dan berbagi resiko," pungkasnya.