Kadin Menilai Pemerintah Kurang Fokus di Ekonomi

- Selasa, 14 April 2020 | 14:20 WIB
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (13/4/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (13/4/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengkritisi langkah pemerintah dalam mengatasi pendemi virus corona (Covid-19) di Indonesia.

Kadin berpendapat, pemerintah saat ini terkesan kurang memperhatikan masalah fundamental yaitu dampak ekonomi akibat virus, melainkan justru terkesan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) hingga berdebat masalah mudik saja pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Ketua Dewan Penasihat Kadin, Sharif Cicip Sutarjo menyatakan, upaya pemerintah dalam menanggulangi krisis yang disebabkan Covid-19 ini terlalu lamban dan menimbulkan kekhawatiran, bukan saja dari masyarakat, namun juga dunia internasional.

"Saya apresiasi upaya Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani dengan mengajukan proposal penyelamatan ekonomi yang persentasenya minimal sama dengan negara-negara lainnya, yaitu 10% dari PDB, itu pun belum tentu cukup," kata Sharif di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Ia menyebut, setidaknya ada tiga hal yang harus jadi perhatian pemerintah, yaitu kemampuan menghentikan penyebaran Covid-19 dan melakukan normalisasi kehidupan masyarakat. Kemudian kesiapan dalam mengantisipasi dampak ekonomi dari penanganan penyebaran Covid-19, khususnya terhadap sektor riil, serta kemampuan menjaga stabilitas di sektor keuangan dan perbankan sebagai akibat dari penanganan krisis yang diterapkan pemerintah.

-
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (13/4/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

 

Pemerintah, sebut Sharif, juga terkesan membuat kebijakan yang selalu membebani sektor perbankan melalui insentif-insentif yang diberikan kepada masyarakat. Padahal, sektor perbankan sendiri juga salah satu sektor ekonomi yang harus diselamatkan pemerintah.

"Saat ini total pemasukan sektor perbankan mencapai Rp250 triliun perbulan, yang terdiri dari Rp200 triliun merupakan pengembalian pokok dan Rp50 triliun pembayaran bunga. Jadi perbankan ini harus dilindungi, jangan sampai jadi kambing hitam dan menanggung beban berat," tuturnya.

Menurut Sharif, anggaran sebesar Rp405 triliun untuk menangani masalah corona merupakan awal yang baik. Apalagi pemerintah juga memperbesar kapasitas anggaran dengan melebarkan defisit anggaran terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di atas 3%.

"Bahwa Rp405 triliun adalah langkah awal yang baik dan prudent, dan cukup untuk tahap pertama. Dengan demikian pesan yang disampaikan ke masyarakat dan ke pasar internasional jelas dan tegas. Yaitu bahwa Indonesia memiliki kapasitas finansial yang lebih dari cukup untuk keluar dari wabah Covid-19," tuturnya.

Namun demikian, pemerintah harus mencegah terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sebab ancaman krisis akibat Covid-19 ini tidak serupa dengan krisis keuangan sebelumnya.

"Semua ini, butuh pemerintah yang menyatukan dan memimpin seluruh elemen bangsa dalam satu konsep dan kerangka kerja yang berdasarkan satu pemahaman, dan yang terpenting satu tujuan bersama. Intinya, pemerintah harus perlakukan krisis Covid-19 ini lebih sulit dibandingkan melawan ancaman perang," pungkasnya.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X