Perhatian Pemerintah dan BUMN pada Ojol Dinilai Terlalu Berlebihan

- Rabu, 15 April 2020 | 14:02 WIB
Pengemudi ojek online menunggu orderan di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (7/4/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)
Pengemudi ojek online menunggu orderan di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (7/4/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengungkapkan perhatian pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap ojek online (Ojol) sangat berlebihan di tengah pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia. 

"Profesi pengemudi ojek online atau daring bukanlah satu-satunya profesi pengemudi angkutan umum yang mengalami penurunan pendapatan di masa pandemi Covid-19. Namun, perhatian pemerintah dan BUMN cukup berlebihan terhadap pengemudi ojek daring," kata Djoko di Jakarta, Rabu (15/4/2020).

Djoko menyebutkan, dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sudah dijelaskan bahwa ojek bukan termasuk angkutan umum. Sehingga pemerintah dan BUMN dapat memperhatikan ini dan bertindak adil terhadap seluruh profesi pengemudi angkutan umum.

"Di masa terjadinya wabah Covid-19 ini nyaris semua sendi kehidupan tak terkecuali bidang ekonomi terkena imbasnya tak terkecuali pada sektor transportasi. Gubernur BI Perry Warjyo dalam konferensi video, Selasa (14/4/2020), mengatakan risiko resesi ekonomi dunia terutama terjadi pada kuartal II dan kuartal III 2020, sesuai dengan pola pandemi Covid-19, dan diperkirakan akan kembali membaik mulai Triwulan-IV 2020," ungkapnya.

Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata ini pun menyinggung apa yang sudah dilakukan pemerintah lewat BUMN, PT Pertamina yang mengeluarkan kebijakan begitu istimewa. 

Kebijakan itu ditujukan kepada para pelaku angkutan berbasis daring khususnya ojol berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi. 

Seharusnya pemerintah, sekalipun melalui BUMN, dalam mengambil kebijakan sektor transportasi harus berlaku adil, tidak memihak hanya kepada kelompok tertentu.

"Karena hal itu sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan pada pengusaha jasa angkutan lainnya. Seperti misalnya angkot, taksi, ataupun bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi maupun angkutan antar kota antar provinsi, bus pariwisata, angkutan antar jemput antar provinsi atau travel, bajaj, becak motor, bentor (becak nempel motor), opang dan sudah pasti juga para pelaku usaha jasa angkutan barang/logistik," sebutnya rinci.

Dia menjelaskan, jika ditarik ke belakang bahwa di balik operasional ojek daring ada perusahaan aplikasi yang sudah menyandang status sebagai perusahaan startup unicorn dengan value triliunan rupiah. Di Indonesia sendiri terdapat empat perusahaan startup unicorn, yakni Gojek dengan valuasi sebesar USD9,5 miliar, Tokopedia USD7 miliar, Traveloka USD4,1 miliar, dan Bukalapak USD1 miliar.

Sehingga menjadi tak adil, para pengemudi ojek online yang notabene sebagai mitra kurang diperhatikan oleh pemilik aplikasi tersebut dan kemudian pemerintah memberikan sesuatu yang istimewa kepada mereka.

"Perusahaan-perusahaan besar bidang jasa angkutan jalan, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Sekjen Organda pada suatu kesempatan, 'saat ini air mata pun sudah kering. Nah, kondisi ini yang juga harus mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah'," pungkasnya.

Artikel menarik lainnya

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X