Pengusaha Rokok Ngeluh dengan Simplifikasi Cukai yang Cukup Mengancam

- Jumat, 17 Juli 2020 | 15:05 WIB
Ilustrasi pekerja di pabrik rokok. (ANTARA FOTO/Siswowidodo).
Ilustrasi pekerja di pabrik rokok. (ANTARA FOTO/Siswowidodo).

Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menyesalkan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.

Menurutnya, dalam Perpres 18/2020 yang diundangkan 20 Januari 2020 itu terdapat beberapa klausul yang mengancam keberadaan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia. 
 
Menurut Henry Najoan, klausul yang mengancam keberlangsungan industri kretek nasional adalah pertama, pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau.

Kedua, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, dan ketiga, tentang rencana atas larangan iklan atau promosi dan perbesar gambar peringatan kesehatan.

Menurut kajian GAPPRI, tiga klausul itu justru mempersulit industri, sehingga tidak sejalan dengan semangat gotong royong dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera memulihkan kegiatan ekonomi sektor riil secara gotong royong. 

"GAPPRI yang merupakan konfederasi IHT jenis produk khas tembakau Indonesia, yaitu kretek, beranggotakan pabrikan golongan I, golongan II, dan golongan III (besar, terancam dengan Perpres 18/2020 itu," tegas Henry Najoan di Jakarta, Jumat (17/7/2020).

GAPPRI yang saat ini menguasai market share dalam negeri sebesar 70% itu mengkhawatirkan masa depan industri hasil tembakau nasional. 

"Kami keberatan atas rencana optimalisasi penerimaan cukai melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai sebagaimana tertuang dalam Perpres 18/2020," tegasnya. 

Merujuk kajian GAPPRI, penyederhanaan struktur tarif cukai, baik dengan menggabungkan golongan pabrik maupun jenis produk, akan berdampak buruk bagi kelangsungan pabrik kecil dan menengah dalam jangka pendek dan juga pabrik besar dalam jangka panjang. 

"Penggabungan dapat berdampak akan gulung tikar pabrikan kelas kecil dan menengah karena harga produk tidak terjangkau oleh segmen pasarnya dan konsumennya akan pindah ke rokok illegal yang lebih murah," tuturnya. 

Dampak berikutnya, lanjut Henry Najoan, banyak pabrik kecil akan dikorbankan, sementara pabrik besar tertentu yang mengusulkan akan diuntungkan dengan adanya simplifikasi struktur tarif cukai sehingga akan terciptanya oligopoli dan selanjutnya monopoli. 

"Hal ini berbahaya bagi kedaulatan bangsa Indonesia!," terangnya. 
 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Polres Langkat Musnahkan Barbuk Ganja dan Sabu

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X