Manusia Diciptakan Bukan Untuk Mengejar Bahagia, Tapi Untuk Bertahan

- Selasa, 30 Juli 2019 | 12:22 WIB
Ilustrasi/Pixabay
Ilustrasi/Pixabay

Kebahagiaan adalah sesuatu yang pernah dan selalu diharapkan bagi semua orang. Tak ada manusia yang menginginkan hidupnya tenggelam dalam kesedihan berlarut-larut, meski sempat merasakan sedih seseorang juga berhak merasakan kebahagiaan.

Tapi tahukah kamu, menurut penelitian kebahagiaan yang terus dirasakan oleh manusia tidak ada dasarnya secara biologis.

-
Ilustrasi/Pixabay

 

Abdurrahman III, Khalifah Kordoba, seseorang yang pernah menikmati masa kejayaannya dalam bidang militer dan budaya pernah menghitung jumlah hari saat ia merasakan bahagia. Menjelang akhir hayatnya, ia hanya menghitung hanya 14 hari ia merasakan kebahagiaan.

Makhluk hidup terutama manusia diciptakan untuk dapat bertahan hidup dan berkembang biak, bukan untuk merasakan bahagia dan tak pernah merasa puas dengan apa yang didapat.

Dari sebuah proses evolusi, otak manusia diberi kemampuan untuk menganlisa mana yang baik dan mana yang buruk dibandingkan dengan cara mengembangkan kemampuan alami untuk mencari dan merasakan kebahagiaan.

Jika kita berpikir bahwa kebahagiaan dirancang oleh otak dan perasaan, nyatanya kebahagiaan hanyalah sebuah rekaan yang tidak terbentuk di jaringan otak (neurologis dan intelektual).

Para ahli justru berpendapat bahwa alam tidak bisa menghilangkan depresi dalam proses evolusi manusia, meskipun sebenarnya depresi adalah yang tidak menguntungkan bagi manusia. Sebaliknya, depresi memiliki peran terpenting saat masa sulit.

Seseorang yang mengalami depresi akan berusaha untuk mencari cara bagaimana menyelesaikan suatu permasalahan meski dalam masa-masa sulit.

-
Ilustrasi/Pixabay

 

Manusia tidak memiliki kemampuan untuk terus menerus menikmati kebahagiaan hidup. Melalui sebuah pelajaran moral, manusia bisa terhindar dari zat-zat berbahaya yang dampaknya akan merusak kebahagiaan hidup individu.

Walau dalam kenyataannya, manusia yang mengkonsumsi zat-zat tertentu akan merasa bahagia, namun bahagia yang sesungguhnya bukanlah tercipta dari bahan kimiawi melainkan diri sendiri.

Manusia diciptakan dengan berbagai macam perasaan, bahagia, marah, sedih, kecewa, emosi, dan tidak dapat berpikir jernih. Hal inilah yang mengharuskan seseorang dapat menyeimbangkan perasaannya.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa otak sebelah kanan manusia cenderung memproses emosi negatif, begitu juga sebaliknya otak sebelah kiri yang cenderung mengalami emosi positif.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X