Pengakuan Eks Satpam KPK Iwan Ismail Soal 'Bendera HTI', Heran Kenapa Langsung Dipecat

- Selasa, 5 Oktober 2021 | 12:30 WIB
Iwan Ismail, mantan satpam KPK. (Facebook)
Iwan Ismail, mantan satpam KPK. (Facebook)

Mantan petugas keamanan (satpam) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iwan Ismail membagikan surat terbuka mengenai pemecatan dirinya melalui unggahan di Facebook.

Surat terbuka itu ia tembuskan ke sejumlah pejabat tertinggi negara, termasuk kepada Presiden Joko Widodo.

Iwan yang saat itu berstatus sebagai pegawai tidak tetap dan diangkat sejak 14 November 2018, ditugaskan sebagai petugas keamanan di bagian rumah tahanan (rutan) KPK.

Pada bulan Februari 2019, Iwan mengaku saat itu sedang melakukan patroli gedung. Saat itulah ia melihat ada bendera tauhid Al-Liwa di meja kerja pegawai di lantai 10 Gedung Merah Putih.

"Lalu saya ambil foto, Namun saya tidak terlalui menghiraukan mungkin ini hanya oknum pegawai yang mungkin sebatas simpatisan saja, mungkin besok lusa juga hilang atau di cabut lagi," tulis Iwan di Bandung, 29 September 2021.

Seiring bergulirnya waktu, bersamaan dengan gelombang penolakan terhadap revisi UU KPK pada September 2019, Iwan kembali mendapati bahwa bendera tauhid itu masih berada di lantai 10.

"Pada malam hari selepas piket pengamanan saya kembali bersama teman saya naik ke lantai 10 dan masih kedapatan melihat bendera hitam putih (milik HTI) yang masih terpasang di meja kerja yang sama lalu saya ambil foto kembali untuk dijadikan bahan laporan dengan asumsi bahwa bendera inilah yang menjadi gaduh KPK Taliban. Karena waktu itu hari jum'at malam & waktunya besok lusa saya libur maka saya berniat bikin laporan pada hari seninnya," lanjut Iwan.

Selanjutnya, Iwan kemudian membagikan foto bendera tauhid itu di grup WhatsApp Banser Kabupaten Bandung. Ia mengaku saat itu ia bermaksud berkonsultasi dengan kawan-kawannya.

"Namun tanpa saya sadari bendera itu Viral di medsos selang 2 hari ketika saya libur & hari senin saya masuk kerja langsung ada panggilan untuk menghadap pengawas internal KPK. Tanpa pikir panjang saya langsung menghadap sesuai Niat melaporkan foto di hari jum'at yang menurut saya sebagai pelanggaran kode etik pegawai," kata Iwan.

Lanjut Iwan, pada Senin, 23 September 2019, saat ia dipanggil menghadap, ia diperiksa seharian penuh dan dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Di situ, ia dianggap telah melanggar aturan kerja di mana ia masuk ke ruangan yang terlarang untuk didokumentasikan.

"Saya merasa malah menjadi tersangka atas viralnya bendera hitam putih di medsos. Maka saya utarakan semua keterangan sesuai dgn pertanyaan-2 yg di sampaikan, tetapi ketika tahu Background saya anggota banser mereka (PI-KPK) begitu gencar memberikan pertanyaan seputar Bendera & organisasi saya sampai mereka mengambil HP saya sebagai bahan bukti & meng screenshoot semua chat saya di group WA hingga mereka tahu data pengurus kami mulai dari pusat hingga Pimpinan Anak Cabang," sambung Iwan dalam surat terbukanya.

Saat diperiksa, Iwan ditanyai sejumlah pertanyaan. Antara lain ia ditanya apakah ia merupakan bagian dari ormas luar dan apakah ia simpanan kepolisian.

Kemudian, seiring disahkanmua revisi UU KPK menjadi UU KPK yang baru yakni UU Nomor 19 Tahum 2019 menggantikan UU KPK yang lama (Nomor 30 tahun 2002), pada tanggal 21 Oktober 2019, Iwan pun dipanggil kembali untuk mengikuti agenda musyawarah di DPP KPK, dihadiri oleh seluruh anggota DPP, PI, Setjen dan WP KPK. 

"Mereka menerangkan bahwa laporan atau BAP saya itu sudah termasuk pelanggaran kode etik katanya, dan merupakan pelanggaran berat karena sudah turut punya andil dalam ketok palu UU KPK yang baru," lanjut Iwan.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X