Jepang akan mulai mengizinkan pegawai negeri sipil untuk mengambil cuti berbayar selama 10 hari dalam setahun untuk perawatan kesuburan dalam upaya meningkatkan angka kelahiran di Jepang.
Hal ini dilakukan karena populasi Jepang turun di bawah 126 juta. Ini juga membuat Jepang keluar dari sepuluh besar negara berpenduduk terpadat untuk pertama kalinya sejak 1950.
Dilansir Daily Star, pada tahun 2020, jumlah bayi baru lahir di Jepang turun ke rekor terendah 840.832 dan tingkat kesuburan turun menjadi hanya 1,34 anak per wanita.
"Sektor publik akan mengambil inisiatif," kata Yuko Kawamoto, presiden Otoritas Personalia Nasional, dikutip dari Daily Star.
Dia menambahkan bahwa dia berharap sektor swasta di Jepang akan mengikuti dengan mengizinkan karyawannya mengambil cuti berbayar selama sepuluh hari per tahun untuk menerima perawatan kesuburan, menurut kantor berita Kyodo.
Baca juga: Ampuh Tingkatkan Kesuburan Wanita di Usia 30an, Hindari Kebiasaan Ini!
Dalam survei yang dilakukan tahun ini, beberapa pegawai negeri mengatakan tidak mungkin menyeimbangkan perawatan kesuburan dengan pekerjaan mereka, dengan alasan seringnya kunjungan ke dokter, biaya dan konflik jadwal.
Sebelum skema baru diperkenalkan, karyawan harus menggunakan cuti tahunan atau cuti sakit untuk menerima perawatan kesuburan. Mereka juga dapat mengambil cuti per jam agar lebih fleksibilitas.
Ini terjadi setelah kesamaan antara penurunan populasi yang cepat dan peningkatan popularitas perangkat teknologi, seperti robot seks dan 'pacar AI'.
Pakar demografi menyalahkan suasana kesepian dan keterasingan, sehingga banyak pria di Jepang mencari kepuasan dengan menggunakan boneka seks.
Dr Kate Devlin, dosen senior kecerdasan buatan sosial dan budaya di King's College London, mengatakan pertanyaan tentang penggunaan teknologi di kalangan pria terbukti menjadi perhatian di Jepang.
