MPR RI: Revisi UU ITE Perlu Dilakukan Untuk Menjamin Kebebasan Berpendapat

- Kamis, 6 Mei 2021 | 20:31 WIB
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo pada kediatan Focus Group Discussion (FGD) BS Center (Antara)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo pada kediatan Focus Group Discussion (FGD) BS Center (Antara)

Guna menjamin kebebasan berpendapat di ruang digital dengan tetap menjaga hak dan kewajiban sesama warga di mata hukum, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perlu dilakukan.

Bambang Soesatyo mengatakan hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk penguatan demokrasi Pancasila di Indonesia.

Hal ini diungkapkan Bambang Soesatyo dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) BS Center bertajuk "Masa Depan Demokrasi Pancasila, Urgensi Revisi UU ITE", di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (6/5/2021).

Pada kesempatan itu, Bambang juga menyoroti data SAFEnet tentang besarnya kasus pidana yang menjerat warga terkait UU ITE, yaitu hingga 30 Oktober 2020 yang jumlahnya mencapai 324 kasus.

Dari jumlah tersebut 209 orang di antaranya dijerat pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Sementara itu sebanyak 76 orang dijerat pasal 28 ayat 3 tentang ujaran kebencian

Sementara itu, dari seluruh kasus, sebanyak 172 merupakan kasus yang dilaporkan berdasarkan unggahan di media sosial.

Ia mengungkapkan dalam rapat pimpinan TNI-Polri pada 15 Februari 2021, Presiden telah menegaskan bahwa semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat dan produktif.

Selain itu menurut dia, Polri juga telah membentuk "virtual police", dengan tujuan menciptakan media sosial yang bersih, sehat, dan produktif, terbebas dari hoaks dan ujaran kebencian.

"Jika ditemukan komunikasi/konten yang berpotensi melanggar UU ITE di ruang publik, penegakan hukum dilakukan dalam bentuk preventif, preemtif, dan kuratif," katanya.

Dia menjelaskan, "virtual police" akan memberikan edukasi secara privat melalui pesan langsung atau "direct message" disertai kajian mendalam bersama para ahli.

Menurut dia, jika pelaku mengikuti arahan "virtual police", maka masalah selesai namun jika tidak, korban yang merasa dirugikan bisa membuat laporan ke Polri, tidak boleh diwakilkan karena termasuk delik aduan.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X