Kritisi Instruksi Kapolri ke Anggota Soal Demo Ominibus Law, IPW: Ini Berlebihan

- Selasa, 6 Oktober 2020 | 09:11 WIB
Massa dari buruh dan mahasiswa melakukan aksi menolak RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/7/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)
Massa dari buruh dan mahasiswa melakukan aksi menolak RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/7/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)

Surat telegram rahasia (TR) yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis kepada para anggotanya dalam rangka mengantisipasi aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law menarik perhatian Indonesian Police Watch (IPW). IPW menilai sikap Polri saat ini terlalu berlebihan.

Ketua Presidium IPW Neta S pane menyebut persoalan buruh merupakan persoalan turun temurun yang tidak pernah berhenti karena belum menemukan titik temu antara buruh dan pengusaha industri. Terkait situasi terkini, Neta menyebut seharusnya Polri mengedepankan sikap promoternya.

"Seharusnya Polri tetap mengedepankan asas promoternya dan menghargai hak-hak buruh yang tertuang dalam UU seperti unjuk rasa maupun mogok kerja. Artinya, jika melihat Kapolri mengeluarkan TR yang memerintahkan seluruh jajarannya agar melarang aksi unjuk rasa ini tentu sudah sangat berlebihan," kata Neta saat dihubungi Indozone, Selasa (6/10/2020).

Meski begitu, IPW memahami betul maksud dari TR Kapolri yang melarang aksi demonstrasi karena pandemi. Maksud TR itu sendiri disebut Neta sebetulnya memiliki tujuan yang sangat baik.

"Hanya saja pelarangan mutlak dalam TR itu terkesan mengedepankan arogansi dan menyepelekan UU. Sebab, penyampaian aspirasi atau demonstrasi tidak dilarang seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum," beber Neta.

Menurut Neta, Jenderal Idham Azis sebagai pimpinan Polri saat ini harus bersikap bijak dengan cara mengedukasi para buruh tentang bahaya virus corona. Tentunya pertimbangan inilah disebut Neta yang mendasari Polri tidak memberikan izin keramaian aksi demonstrasi para buruh.

Lebih jauh IPW menyebut Polri harus memahami persoalan buruh saat ini sehingga buruh memilih aksi demo hingga mogok kerja. ada beberapa poin penolakan dari buruh salah satunya terkait hak besar dan hak cuti panjang yang dihilangkan.

"Akibatnya buruh perempuan tidak akan mengambil hak cuti haid dan hamilnya karena takut dipotong upahnya pada saat mengambil cuti tersebut," kata Neta.

"Jelas aturan ini bertentangan dengan konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) yang mengatur bahwa buruh yang mengambil hak cuti maka harus dibayarkan upahnya. Apakah Polri dan Kapolri perduli?," pungkas Neta.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X