Akhir Tahun, Dual Defisit Mengancam Indonesia

- Jumat, 22 November 2019 | 14:53 WIB
Junaidi Auly mengingatkan pemerintah mewaspadai ancaman dual defisit yang berpotensi terjadi pada akhir 2019 (Istimewa).
Junaidi Auly mengingatkan pemerintah mewaspadai ancaman dual defisit yang berpotensi terjadi pada akhir 2019 (Istimewa).

Anggota Komisi XI DPR RI, Junaidi Auly, mengingatkan pemerintah mewaspadai ancaman dual defisit yang berpotensi terjadi pada akhir 2019.

“Defisit transaksi berjalan dan APBN menjadi fenomena yang perlu diwaspadai, terutama dengan kemungkinan membengkaknya defisit APBN di akhir tahun” kata Junaidi di Jakarta, Jumat (22/11). 

Legislator Fraksi PKS itu menjelaskan pada Triwulan III-2019, transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit sebesar US$7,6 miliar. Besarnya defisit ini perlu diwaspadai, terlebih fundamental perekonomian Indonesia yang belum kokoh dan rentan external shock yang terus berlanjut.

Junaidi pun meminta Pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia mewaspadai potensi melebarnya dual defisit ini yang dapat berakibat negatif pada perekonomian Indonesia.

“Defisit APBN ini dapat semakin lebar, mengingat kegagalan Pemerintah mendorong tax ratio selama lima tahun terakhir, dan terjadinya deindustrialisasi premature di Indonesia," tutur Junaidi.

Lebih lanjut, Junaidi menjelaskan industri pengolahan hanya tumbuh 4,15 persen dan kontribusinya pada PDB nasional menurun menjadi 19 persen ketika kuartal III-2019. Padahal, 30 persen penerimaan pajak Indonesia berasal dari industri pengolahan.

“Data menunjukkan, pertumbuhan penerimaan pajak, periode Januari-Oktober 2019, dari industri pengolahan tercatat negatif 2 persen, padahal pada tahun 2018 tumbuh 12 persen, hal ini pada akhirnya akan memperbesar shortfall perpajakan di tahun 2019," tutur Junaidi. 

Junaidi menambahkan, hingga Oktober realisasi defisit sudah mencapai Rp289 triliun atau 1,8 persen PDB. Padahal, kesepakatan di APBN hanya sebesar 1,84 persen. Hal ini menunjukkan Pemerintah belum memiliki perencanaan anggaran yang cukup matang.

“Realisasi belanja masih tersisa 22 persen, dengan realisasi defisit yang sudah terlampau besar, maka dikhawatirkan Pemerintah akhirnya terpaksa menerbitkan utang baru di akhir tahun untuk menambal peningkatan defisit," kata Junaidi.

Menurut Junaidi, dengan menerbitkan utang baru, artinya Pemerintah dan sektor keuangan akan merebutkan likuiditas yang sudah terbatas saat ini. Hal itu akan mendorong naik suku bunga investasi pada akhirnya, serta memberikan dampak negatif pada sektor riil.

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X