Saat Jokowi Gagal Jadi Hero, KPK Masih Punya Harapan

- Kamis, 19 September 2019 | 19:30 WIB
Anggota Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) membawa poster saat berunjuk rasa menolak pengesahan revisi UU KPK di depan Gedung DPRD, Malang, Jawa Timur, Rabu (18/9). (Antara/Ari Bowo Sucipto)
Anggota Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) membawa poster saat berunjuk rasa menolak pengesahan revisi UU KPK di depan Gedung DPRD, Malang, Jawa Timur, Rabu (18/9). (Antara/Ari Bowo Sucipto)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang dilemahkan. Kalimat itu ramai didengungkan, baik lewat media massa atau media sosial.

Penyebabnya yakni revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disahkan DPR dalam rapat paripurna, beberapa waktu lalu. Sejumlah pasal dalam revisi UU KPK dinilai bakal membelenggu wewenang lembaga antirasuah tersebut.

KPK, buat para pendukungnya, butuh sosok pahlawan agar tetap ditakuti para pelaku korupsi. Eits, bukan pahlawan kesiangan yang baru nongol saat situasi rumit sudah bisa teratasi. Melainkan sosok seperti Batman atau Superman yang hadir saat benar-benar dibutuhkan. 

Harapan publik, Presiden Joko Widodo mampu mengemban tugas itu, jadi hero buat KPK. Jokowi awalnya diharapkan bisa menjadi pejuang yang menolak usulan revisi UU KPK dari DPR. Apalagi dalam beberapa kesempatan, Jokowi mempertegas posisinya sebagai pendukung KPK agar tetap kuat.

"Kita jaga agar KPK tetap lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," tutur Jokowi sebelum revisi UU KPK disahkan.

-
Presiden Joko Widodo. (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Bak cinta bertepuk sebelah tangan, asa para pendukung KPK, termasuk komisioner dan pegawai KPK, menguap begitu saja. Revisi UU KPK disahkan DPR setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah yang pimpinan Jokowi. 

Perjuangan melawan pelemahan KPK berakhir? Tentu tidak. Masih ada langkah, yang bisa dibilang sebagai harapan terakhir.

Harapan Terakhir KPK

Harapan itu bernama Mahkamah Konstitusi (MK). Caranya dengan mengajukan judicial review terhadap hasil revisi UU KPK. 

Sebelum dibahas judicial review, ada baiknya untuk mengetahui bahwa keputusan MK itu mengikat dan final. So, ini kenapa disebut MK merupakan langkah terakhir buat KPK tetap bertaji.

Judicial review atau hak uji materi merupakan proses pengujuan peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU. Dalam Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, judicial review diberikan bagi pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu UU.

-
Warga yang menamakan diri Arek Suroboyo Peduli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berunjuk rasa di Taman Apsari Surabaya, Jawa Timur, Senin (9/9). (Antara/Didik Suhartono)

Pada pasal 50 disebutkan UU yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah UU yang diundangkan setelah perubahan UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Jadi, KPK atau pihak yang merasa dirugikan dengan revisi UU KPK bisa saja mengajukan judicial review. Namun, mereka harus menunggu revisi UU KPK diberi nomor dan diundangkan, biasanya setelah satu bulan disahkan dalam rapat paripurna DPR.

Soal hasil? Tak ada yang tahu. Meski demikian, setidaknya KPK dan para pendukungnya tidak tinggal diam dalam memperjuangkan apa yang mereka yakini benar. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X