Bijak Bermedia Sosial, Pelajaran Berharga dari Keluarga Besar TNI

- Selasa, 15 Oktober 2019 | 14:09 WIB
ANTARA/Azis Senong
ANTARA/Azis Senong

Insiden penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Jenderal TNI Purnawirawan Wiranto di Jakarta beberapa hari lalu oleh dua terduga teroris, ternyata telah mengakibatkan tiga prajurit TNI menerima sanksi akibat ulah istri mereka di media sosial.

Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa pada Jumat (11/10) di Jakarta mengungkapkan bahwa seorang perwira menengah TNI AD berpangkat Kolonel telah dicopot dari jabatannya sebagai Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) Kendari Sulawesi Tenggara akibat komentar sang istri yang sama sekali tidak pantas terhadap Menko Polhukam Wiranto.

-
ANTARA FOTO/Jojon

Jenderal Andika hanya menyebut inisial atau nama singkat sang kolonel sebagai HS. Namun pada akhirnya masyarakat di seluruh Tanah Air tahu bahwa HS itu adalah singkatan nama Kolonel Hendi Suhendi. Pada hari Sabtu (12/10) pagi, Kolonel Hendi telah melakukan serah-terima jabatannya kepada Kolonel TNI Alamsyah.

Tak hanya dicopot dari jabatannya, Kolonel Hendi pun harus menjalani hukuman disiplin selama 14 hari. Selain sang kolonel, ternyata ada pula seorang sersan dua TNI Angkatan Darat yang juga diperkarakan. Kemudian, seorang prajurit TNI Angkatan Udara dari Surabaya, Jawa Timur, juga mengalami nasib serupa akibat perbuatan tidak terpuji istrinya yang berkomentar tidak pantas di media sosial.

Komentar Nyinyir di Media Sosial

-
ANTARA FOTO/Jojon

Istri Kolonel Hendi Suhendi berkomentar tentang penusukan Jenderal Wiranto dengan mengatakan bahwa Menko Polhukam 'jangan cemen'. Dalam bahasa anak muda zaman sekarang, kata 'cemen' artinya cengeng.

Sebenarnya, boleh-boleh saja mengeluarkan pendapatnya melalui media sosial. Akan tetapi, pertanyaannya adalah 'bagaimana kalau yang diserang hingga luka parah itu adalah suaminya sendiri yaitu Kolonel Hendi Suhendi?'. Apakah sang istri akan tetap menyatakan pendapat demikian?

Masyarakat di Kendari boleh jadi sudah mengenal baik Kolonel Suhendi beserta sang istri, entah baik atau malahan buruk. Akan tetapi, yang patut dipertanyakan adalah 'patutkah seorang istri prajurit mengeluarkan pendapatnya melalui media sosial seperti itu?'.

-
ANTARA FOTO/Jojon

Boleh saja istri Kolonel Hendi sudah merasa sangat berkuasa dengan jabatan suaminya itu. Namun sepatutnya harus diingat kembali bahwa Wiranto -walaupun tidak dikenalnya- adalah seorang Jenderal TNI Purnawirawan yang pernah menjadi Panglima ABRI pada sekitar tahun 1998 yang sekarang disebut Panglima TNI.

Bukankah di kalangan TNI sangat dikenal istilah semangat satu korps alias 'esprit de corps'. Sudahkah sang istri ini membayangkan bahwa dalam satu detik saja, Kasad Jenderal Andika Perkasa mengambil keputusan yang amat mengejutkan. Rakyat Indonesia pasti bisa membayangkan bahwa dalam beberapa tahun mendatang, Kolonel Hendi tidak akan memiliki jabatan apa pun juga, baik di lingkungan TNI AD maupun TNI hingga dirinya pensiun.

Belajar dari Kejadian, Bijak dalam Bermedia Sosial

-
ANTARA FOTO/Jojon

Selain Kolonel Hendi, ternyata ada seorang sersan Angkatan Darat yang juga mengalami nasib buruk, gara-gara ulah sang istri. Sersan dua Z juga menghadapi masalah yang sama akibat celotehan istrinya di media sosial.

Istrinya menuduh bahwa penusukan terhadap Menko Polhukam Jenderal TNI Purnawirawan Wiranto itu hanyalah merupakan rekayasa untuk mengalihkan perhatian rakyat Indonesia dari keadaan yang sesungguhnya. Satu kasus serupa lainnya yang menimpa istri prajurit TNI Angkatan Udara yakni Peltu YNS.

Masyarakat tentu masih ingat bahwa di Surabaya, Jawa Timur, baru-baru ini seorang wanita anggota Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI-Polri (FKPPI) dan Anggota TNI-Polri telah ditangkap polisi akibat dituduh menimbulkan masalah tentang Papua dan Papua Barat. Akibat pernyataannya itu, muncul kerusuhan di kedua provinsi di ujung timur wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

-
ANTARA/Harianto

Kasus yang dihadapi istri Kolonel Hendi serta dua prajurit TNI lainnya itu seharusnya menimbulkan kesadaran kembali di kalangan keluarga besar TNI. Sekali pun mereka adalah warga sipil biasa sebagaimana halnya warga Indonesia lainnya, mereka memiliki posisi khusus dibandingkan dengan sipil lainnya. 

Keluarga besar TNI memiliki posisi istimewa untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan RI. Meski tidak menenteng pistol, senapan laras panjang seperti senapan serbu, atau bahkan M 16, panser hingga tank, keluarga besar TNI harus ikut aktif menjaga negara ini. 

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X