Beberapa pekan terakhir, ribuan warga Republik Ekuador melakukan aksi unjuk rasa untuk memprotes pemerintah atas diakhirinya subsidi bahan bakar sebagai bagian dari pemotongan belanja publik yang disepakati dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
Para demonstran menuntut pengembalian subsidi bahan bakar yang dihapus pemerintah dengan alasan langkah penghematan. Mereka turun ke jalan hingga menimbulkan kekacauan di Ibukota Quito.
Pengunjuk rasa mendirikan barikade, menyerbu gedung-gedung hingga bentrok dengan pasukan keamanan yang mencoba membubarkan massa dengan gas air mata. Massa menyerang stasiun televisi dan kantor surat kabar di Quito.
Stasiun televisi Teleamazonas menyiarkan gambar-gambar jendela bangunan yang rusak dan kendaraan yang dibakar massa. Namun diketahui, insiden penyerangan itu tidak menimbulkan korban jiwa.
Sementara, di tempat lain, para demonstran melemparkan bom rakitan ke sebuah gedung pemerintahan di Quito. Para pendemo juga memasuki beberapa ladang minyak dan menyerukan agar Presiden Ekuador segera lengser.
Presiden Ekuador Lenin Moreno sendiri menetapkan kebijakan pemberhentian subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebagai bagian dari rencananya untuk menopang perekonomian Ekuador yang melemah dan meringankan beban utang.
Terkait unjuk rasa tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan perwakilan pemerintah Ekuador akan mengajak para demonstran untuk berdiskusi lebih lanjut.
Dalam pernyataan resmi di Twitter, PBB mengatakan pembicaraan antara kedua pihak berlangsung di Quito pada pukul 15:00 (20:00 GMT). Menurut informasi, Presiden Ekuador telah setuju untuk menilai kembali subsidi, tetapi belum tentu mencabutnya.
"Saya telah memerintahkan komando gabungan angkatan bersenjata untuk segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membangun kembali ketertiban di seluruh Ekuador," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi.