Gatot Nurmantyo Gugat Presidential Threshold Agar 0% ke MK

- Selasa, 14 Desember 2021 | 13:12 WIB
Jenderal Gatot Nurmantyo. (ANTARA FOTO/Agus Setiawan)
Jenderal Gatot Nurmantyo. (ANTARA FOTO/Agus Setiawan)

Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengajukan judicial review atau gugatan terkait ambang batas pencapresan (presidential threshold) yang 20% dan diharapkan menjadi 0% ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun pengajuan tersebut diajukan Gatot melalui dua Kuasa Hukumnya yakni Refly Harun dan Salman Darwin, yang didaftarkan ke MK pada hari Senin 13 Desember 2021. Gatot melayangkan permohonan pengujian pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petitum yang diajukan Gatot sebagaimana dilihat dilaman resmi MK, Selasa (14/12/2021).

Gatot memandang dalam kondisi faktual seperti Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2019 lalu, pemilih tidak disajikan calon-calon alternatif terbaik. Kemudian disebutnya polarisasi politik yang kuat di antara anak bangsa seharusnya bisa menjadi acuan kuat bagi Mahkamah jika presidential threshold tak lagi relevan.

Baca juga: Blak-blakan Gatot Nurmantyo: Ada yang Tak Suka Saya Dekat dengan Jokowi

"Kondisi faktual Pemilu Presiden tahun 2019 di mana pemilih tidak mendapatkan calon-calon alternatif terbaik dan polarisasi politik yang kuat di antara anak bangsa, seharusnya sudah menjadi alasan yang kuat bagi Mahkamah untuk memutuskan bahwa presidential threshold tidak relevan lagi," bebernya.

Sebagai pemohon, Gatot pun melampirkan beberapa berita sebagai referensi terkait presidential threshold. Salah satunya adalah pendapat dari Rizal Ramli yang menyatakan dalam praktiknya presidential threshold telah memunculkan fenomena pembelian kandidasi (candidacy buying).

Di mana dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden tahun 2009, Rizal Ramli ditawari oleh salah satu partai politik untuk berkontestasi dengan diharuskan membayar Rp1 triliun.

Menurut Gatot Bahwa sebaiknya, persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden digolongkan sebagai close legal policy, sebab UUD 1945 telah menentukan pembatasan atau syarat pencalonan.

Berdasarkan preseden putusan Mahkamah, ketentuan disebut sebagai open legal policy apabila memenuhi syarat: (1) norma tersebut tidak dirumuskan secara tegas (expressis verbis) dalam UUD 1945; atau (2) norma tersebut didelegasikan untuk diatur lebih lanjut dalam undang-undang.

"Ketentuan presidential threshold tidak memenuhi kedua syarat tersebut, sebab Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 telah terang mengatur persyaratan pengusulan calon presiden dan wakil presiden," tegas Gatot.

Bahwa selain itu, menggolongkan presidential threshold sebagai open legal policy tidaklah tepat. Ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 telah memberikan pembatasan terkait syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Satu, diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum; dua diusulkan sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum," Beber Gatot.

Gatot pun berharap gugatan permohonannya terhadap Presidential Threshold yang ada di dalam Undang-Undang Pemilu ini bisa dikabulkan seluruhnya oleh Mahkamah Konsititusi (MK).

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X