Pakar: Mumpung Ditunda, Pasal 217 Sampai 220 Dihapuskan Saja

- Sabtu, 21 September 2019 | 16:36 WIB
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Mensesneg Pratikno (kanan) meminta DPR menunda pengesahan RKUHP dan mengkaji ulang sejumlah 14 pasal dalam RKUHP yang rencananya akan disahkan pada 24 September 2019. (Antara/Puspa Perwitasari)
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Mensesneg Pratikno (kanan) meminta DPR menunda pengesahan RKUHP dan mengkaji ulang sejumlah 14 pasal dalam RKUHP yang rencananya akan disahkan pada 24 September 2019. (Antara/Puspa Perwitasari)

Pasal 217 sampai 220 dalam rancangan undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai sebagai warisan kolonial dan bertentangan dengan asas demokrasi.

Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Jakarta, Suparji Ahmad menjelaskan dalam berbagai diskusi Pasal 217 sampai 220 menjadi polemik karena dinilai sebagai warisan penjajah, multitafsir hingga multiinterpretasi.

Selain itu, keberadaan pasal tersebut juga dikhawatirkan dapat memasung kebebasan pers untuk mengkritik kebijakan pemerintah. Bahkan jika penggunaannya tidak proporsional, pasal tersebut bakal mempidanakan banyak orang.

Menurutnya, presiden dan wakil presiden merupakan jabatan publik yang sangat wajar mendapat kritik dari masyarakat. Terlebih kebijakan yang diambil tidak pro terhadap rakyat.

Untuk itu jugalah ia menyarankan agar pasal yang mengatur penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden dihapus. Terlebih saat ini pemerintah menunda pengesahan RKUHP.

"Itu salah satu nuansa yang muncul dalam berbagai diskusi, apalagi kalau sekarang ditunda pengesahannya maka pasal-pasal itu dihapuskan saja. karena dikhawatirkan masih akan multiinterpretasi,"ujar Suparji dalam diskusi
bertajuk 'Mengapa RKUHP Ditunda' di Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).

Pasal 217 RKUHP menyebutkan bahwa Setiap Orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Pasal 218 ayat (1)? Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal 218 ayat (2)? menyebutkan tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pasal 219 menyebutkan Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4,5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Dan Pasal 220 ayat (1)?Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat (2) ?Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

Artikel Menarik Lainnya:


 

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X