Pemberian Remisi 214 Napi Koruptor Dianggap Mencederai Rasa Keadilan Masyarakat

- Selasa, 24 Agustus 2021 | 17:08 WIB
Djoko Tjandra di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta. (ANTARA/M Risyal Hidayat)
Djoko Tjandra di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta. (ANTARA/M Risyal Hidayat)

Pemberian remisi terhadap 214 narapidana kasus korupsi yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pemasyarakatan (Ditjen PAS) menjadi sorotan. Pasalnya mereka malah bisa bebas lebih awal setelah mendapatkan pemotongan hukuman, sehingga kebijakan tersebut dianggap menciderai rasa keadilan di masyarakat.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengaku heran dan mempertanyakan remisi yang diberikan oleh Kemenkum HAM kepada narapidana korupsi seperti salah satunya Djoko Tjandra. Apalagi Djoko Tjandra dinilai melakukan tindakan melawan hukum karena melarikan diri sebelum putusan perkara dibacakan.

"ICW mempertanyakan alasan Kemenkum HAM memberikan pengurangan hukuman berupa remisi umum Hari Kemerdekaan kepada Joko S Tjandra. Betapa tidak, narapidana itu sebelumnya telah bertindak melawan hukum dengan melarikan diri sebelum putusan dibacakan pada tahun 2009 lalu," kata Kurnia dalam keterangannya, Selasa (24/8/2021).

Kurnia membeberkan persyaratan pemberian remisi tidak hanya bagi narapidana yang telah menjalani 1/3 masa tahanan, akan tetapi napi yang memiliki kelakuan baik. Dia pun menanyakan apakah perlakuan Djoko Tjandra sudah baik, begitu pula juga napi koruptor lainnya.

"Maka dari itu, pertanyaan lanjutannya: apakah seseorang yang melarikan diri selama sebelas tahun dianggap berkelakuan baik oleh Kemenkum HAM?" jelasnya.

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Lembaga dai Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi menyoroti kinerja Ditjen PAS Kemenkumham.

Apalagi belakangan ini Ditjen PAS membuat kebijakan pemindahan narapidana narkotika ke lapas Nusakambangan yang dinilai membuang-buang dan peredaran narkotika masih terus marak dan semua bermuara dibalik jeruji besi. Lalu paling anyar adalah kebijakan pemberian remisi kepada 214 narapidana koruptor belum lama ini.

Harapan Menkumham Yasonna Laoly sewaktu memilih Dirjen PAS dengan maksud memberantas peredaran narkoba di Rutan dan Lapas nyatanya tidak terealisasi. Apalagi Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut 80 persen peredaran narkotika yang selama ini diungkap pihaknya berujung di dalam penjara.

BACA JUGA: Update Corona RI 24 Agustus: Tambah 19.106, Kasus Covid-19 Tembus 4 Juta

"Karena itu tadi bandarnya tidak bisa dihalangi, karena mau pindah ke mana bandar tetap aja bandar. Lapas ini tidak ada cara untuk menghambatnya, semua masuk Lapas sama," ujar Arthur.

Dilanjutkan Arthur dari kebijakan yang dikeluarkan Ditjen PAS, Menteri Hukum dan HAM diminta segera bertindak cepat. Dengan demikian ke depannya tak ada lagi kebijakan yang dianggap malah membuat blunder.

"Karena hal itu pastinya akan membuat masyarakat semakin kecewa dengan sosok kepemimpinannya," tutupnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X