6 Insentif dalam Omnibus Law Perpajakan

- Kamis, 28 November 2019 | 15:36 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. (Antara/Indrianto Eko Suwarso)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. (Antara/Indrianto Eko Suwarso)

Pemerintah saat ini tengah memfinalisasi penyusunan Omnibus Law Perpajakan. Nantinya, Omnibus Law ini akan merevisi sejumlah Undang-Undang.

Di antaranya UU PPh (Pajak Penghasilan), UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai), UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan) dan UU pajak daerah dan retribusi daerah. Lalu UU tentang Kepabeanan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, ada enam insentif dalam Omnibus Law Perpajakan

Area pertama adalah menurunkan PPh Badan yang saat ini 25 persen. Pada 2021 akan diturunkan menjadi 22 persen dan pada 2023 akan menjadi 20 persen.

"Kita lakukan bertahap karena perlu menjaga dampak fiskal. Jadi menurunkan tax based signifikan," jelasnya.

Kemudian, untuk perusahaan yang melakukan pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), akan ditambahkan lagi penurunan PPh-nya. Penurunannya sebesar 3 persen selama 5 tahun sejak perusahaan tersebut melakukan IPO.

-
Ilustrasi penerimaan pajak. (Antara/Aprillio Akbar)

Kedua adalah menurunkan atau bahkan menghapuskan pajak dividen. Sebelumnya, perusahaan dalam negeri yang melakukan ekspansi dan memiliki share di bawah 25 persen dikenakan pajak dividen. 

Ketiga, pajak teritorial yakni wajib pajak Orang pribadi yang sudah di luar negeri lebih dari 183 hari, akan dikenakan pajak dari negara tersebut. Sementara bagi warga negara asing yang kerja di Indonesia hanya dikenakan pajak dari Indonesia saja. 

Hukuman Pajak Dikurangi

Keempat adalah mengurangi penalti pajak dan bunganya. Selama ini, kalau ada yang pajaknya kurang bayar lebih dari 2-3 tahun, maka akan dikenakan denda 2 persen perbulannya. Dengan demikian maka akan ada denda pajak 48 persen selama 24 bulan.

"Jadi punishment kita ringankan supaya mendorong orang untuk compliance," tuturnya. 

Kelima, mengenai pajak e-commerce terutama perusahaan digital. Sebelumnya harus memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) agar bisa dikenakan pajak. Nantinya, tidak perlu BUT atau kantor cabang, tetapi selama beroperasi di Indonesia wajib memungut dan membayar pajak.

Keenam adalah menjadikan seluruh insentif pajak seperti tax holiday dan tax allowance menjadi satu bagian.

"Kira-kira itu yang akan difinalkan. Diharapkan draft bisa selesai agar bisa segera disampaikan ke DPR sebelum reses 18 Desember. Jadi Januari 2020 sudah bisa bahas dan sudah komunikasi ke DPR," pungkasnya. 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X