Sultan Jogja Mau Polisikan Pendemo Omnibus Law di Malioboro: Mereka Bukan Orang Jogja

- Minggu, 11 Oktober 2020 | 15:15 WIB
Sri Sultan Hamengku Buwono X. (YouTube)
Sri Sultan Hamengku Buwono X. (YouTube)

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X angkat bicara soal demonstrasi yang berujung dengan kericuhan dan pengrusakan fasilitas umum di seputaran Jalan Malioboro, persisnya di depan Kantor DPRD DIY pada Kamis (8/10/2020) lalu.

Sultan pun menyebut aksi yang lebih tepat disebut vandalisme itu dengan istilah anarki, dan berpendapat bahwa aksi itu telah diatur oleh oknum tertentu. Tak cuma itu, Sultan juga menganggap kalau urusan mahasiswa dan buruh sudah selesai bersama DPRD.

"Saya menyesali ya, kejadian-kejadian anarki, dan itu by desain tersebut. Karena yang dari mahasiswa, pelajar, sama buruh itu sudah selesai dengan DPR. Tapi ada sekelompok orang yang tidak mau pergi. Kita gak mengenal dia siapa," ujarnya kepada wartawan, Jumat (9/10/2020).

Sri Sultan berulang kali meyakini kalau aksi tersebut telah dirancang (by design). Sembari menjelaskan kalau warga setempat sempat khawatir untuk keluar rumah, dia pun bilang kalau dia ingin mempidanakan para pelaku pengrusakan tersebut, yang mana dia mengaku sudah tahu siapa pelakunya.

"Jadi saya ingin--nanti kami rapat--saya ingin mereka kami pidana. Kami tuntut. Karena ini by design, bukan kepentingan buruh. Ya, kita tahulah siapa. Supaya mereka tidak main-main. Kami tahulah, kelompok mana itu," kata Raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat itu.

Menurut Sri Sultan pula, para vandalis yang terlibat dalam demonstrasi tersebut juga bukan penduduk asli Jogja. Hal itu pula yang mendasarinya untuk menembuh jalur hukum.

"Dan kami juga menyaksikan bagaimana warga bawa tongkat bambu untuk berkelahi dengan mereka. Mungkin hanya dengan cara seperti itu, kami bisa punya keberanian untuk melawan kepentingan yang anarkis. Karena mereka memang bukan dari Jogja, bukan penduduk Jogja. Saya bersedia, lawan saja mereka. Tapi harus sepengetahuan aparat, tidak boleh bekerja sendiri," imbuhnya.

Adapun demonstrasi menolak Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di Gedung DPRD Yogyakarta, berlangsung mencekam.

Demonstran yang terdiri dari buruh, mahasiswa, serta pelajar melempari polisi yang berjaga dengan batu, botol minuman, dan benda-benda lain yang ada di lokasi.

Pelemparan batu melebar hingga di sekitar area gedung DPRD DIY hingga mengenai sejumlah bangunan.

Polisi yang membuat barikade tak mampu menahan gelombang massa sehingga menggerakkan mobil water canon. Polisi juga menembakkan gas air mata ke arah massa aksi.

Dalam sebuah video yang beredar, terlihat bagaimana demonstran melempari polisi yang hanya bisa melindungi diri dengan tameng.

Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menyayangkan aksi yang berujung ricuh. Baginya, penyampaian aspirasi seperti itu justru menodai kemurnian perjuangan para buruh.

Sejak awal, ia mengaku telah mempersilakan para peserta aksi memasuki gedung DPRD DIY secara baik-baik.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X