Hilangkan Diskriminasi di Tubuh Polri Jadi Tantangan Kapolri Listyo Sigit

- Sabtu, 30 Januari 2021 | 15:42 WIB
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (kiri) bersama Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zein bin Umar bin Smith memberikan keterangan pers. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (kiri) bersama Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zein bin Umar bin Smith memberikan keterangan pers. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pasti memiliki sederet tantangan yang harus dia hadapi sebagai pimpinan tertinggi di tubuh Polri. Salah satu tantangannya disebut-sebut yaitu menghilangkan diskriminasi di internal Polri.

Indonesian Police Watch (IPW) menyebut Jenderal Listyo Sigit harus bisa menjadi ikon anti diskriminasi di internal Polri. Jenderal Listyo harus bisa membawa perubahan baru khususnya di internal Polri sendiri.

"Kenapa Sigit harus menjadi ikon Anti Diskriminasi? Sebab, selama ini sulit sekali bagi pati non muslim untuk memegang jabatan tertentu di Polri. Bahkan, selama Indonesia merdeka dan selama Polri berdiri, baru dua kali Kapolri dijabat Pati non muslim," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (30/1/2021)

Baca Juga: Setelah PBNU, Kapolri Listyo Sigit Kini Kunjungi DPP Rabithah Alawiyah

Itulah tantangan Kapolri ke depan harus bisa menghilangkan diskriminasi di tubuh Polri. Sebab, dari data IPW ada sejumlah diskriminasi di tubuh Polri yang masih berlangsung hingga saat ini.

Neta menyebut ada tiga isu diskriminasi di tubuh Polri, menurut data IPW. Isu diskriminasi pertama yaitu mencabut surat keputusan Kapolri dengan nomor Kep/407/IV/2016 tgl 20 April 2016 yang berisi syarat menjadi Kapolda dan Wakapolda.

"Menyebutkan syarat menjadi Kapolda, Wakapolda harus berpendidikan Sespimti, Lemhanas, Sesko TNI sementara pendidikan Diklatpim TK I tidak diakui dan hanya syarat untuk Irwasda ke bawah. Ini jelas sangat diskriminatif dan Polri berpotensi diboikot LAN sebagai lembaga yang membuat Diklatpim untuk seluruh ASN," kata Neta.

Isu diskriminasi kedua yakni polwan yang sulit menjadi Kapolda. Padahal, Neta menyebut jumlah pati polwan di Polri jumlahnya cukup banyak.

Isu yang terakhir yakni perwira lulusan Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) dak bisa mengikuti Sespimma, Sespimmen dan Sespimti. Menurut IPW hal ini merupakan tindakan diskriminasi di tubuh Polri.

"Hal ini sangat diskriminatif bagi lulusan SIPSS, karena untuk di level AKP, rata-rata usia lulusan Personel Polri dari SIPSS berada pada usia 32 tahun. Artinya jenjang kariernya akan tertunda sangat lama, sampai usia 47 tahun," pungkas Neta.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X