Hari TBC International, Ini Langkah untuk Tekan Penularan

- Selasa, 24 Maret 2020 | 20:30 WIB
World Tuberculosis (TB) Day (freepik)
World Tuberculosis (TB) Day (freepik)

Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai World Tuberculosis (TB) Day atau Hari Tuberkulosis International. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran publik tentang dampak TB terhadap ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Peringatan hari TB juga dimaksudkan untuk mengevaluasi langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengakhiri pandemi dan upaya percepatan yang perlu dilakukan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan selama tahun 2018 terdapat 10 juta insiden TB di seluruh dunia. Selain itu, Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi TB di Indonesia sebesar 0,42 persen. Angka ini terjadi pada semua kelompok umur dan kalangan, baik yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan. 

Sedangkan data Global TB Report 2019 melaporkan insiden TB di Indonesia sebanyak 845 ribu kasus. Angka ini merupakan nomor dua tertinggi di dunia, setelah India sebanyak 2,69 juta kasus. Tentunya hal ini menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar untuk mencapai eliminasi TB pada tahun 2030. 

Tantangan penangulangan TB di tahun 2020 terbilang lebih diperberat dengan adanya pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona baru. Oleh karenanya membutuhkan langkah tepat dan efektif dalam penanganan pasien di tengah situasi ini. Sesuai dengan tema Hari TB Sedunia 2020 yaitu “It’s time” untuk menyelamatkan kehidupan dan mengakhiri penderitaan karena TB, maka Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyampaikan sejumlah upaya yang bisa dilakukan. Berikut ulasannya yang diterima Indozone :

-
Ilustrasi (freepik)
  1. Saat ini masyarakat harus tinggal sementara di rumah (stay at home) lantaran wabah Covid-19. Sedangkan penemuan kasus baru TBC harus dengan contact tracing atau kunjungan. Dengan demikian perlu dipikirkan alternatif langkah penemuan.

  2. Mendorong pemerintah untuk membuat mekanisme pengambilan atau pengiriman obat agar pasien TBC tidak putus obat dan tidak berisiko tertular Covid-19. Alasan utamanya karena kebanyakan rumah sakit  rujukan pengobatan TBC juga merupakan rumah Sakit rujukan Covid-19.

  3. Mendukung upaya pemerintah dalam penyediaan alat pelindung diri (APD) dan dukungan lain agar para tenaga medis serta tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit dapat bekerja dengan aman dan terlindungi dari bahaya penularan penyakit. Selain itu, meningkatkan keamanan dan perlindungan terhadap pasien TBC, masyarakat yang berobat, serta orang dalam pemantauan Covid-19. 

  4.  Salah satu kunci keberhasilan pengobatan TB adalah kepatuhan dalam minum obat. Data Riskesdas 2018 menyebutkan hanya 69,2% pasien TBC yang rutin minum obat.

  5. Berperan aktif dalam mengurangi stigma dan diskriminasi pada pasien TBC guna meningkatan health seeking behavior pada pelayanan kesehatan. 

  6. Meningkatkan kemauan politik dalam pencegahan dan pengendalian TBC. Salah satunya dengan mengalokasikan dana pencegahan dan pengendalian TBC secara lebih proporsional.

  7. Mempercepat akses terhadap tes molekuler cepat untuk peningkatan deteksi awal dan pengobatan TBC.

  8. Mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian lebih kepada balita berisiko tinggi yaitu, yang tinggal bersama dengan pasien TBC. Caranya meningkatkanl dukungan asupan nutrisi dan pemberian profilaksis yang tepat.

  9. Meningkatkan tes dan pengobatan terkait koinfeksi TBC dan HIV untuk mencapai target nasional di tahun 2020. Koinfeksi orang yang hidup dengan TBC dan HIV beresiko meningkatkan kematian. 

  10. Memperkuat Public-Private Mix (PPM) strategy melalui kerja sama antara apotek, toko obat, tenaga kesehatan tradisional, dan penyehat tradisional. Tujuannya  meningkatkan penemuan kasus TBC pada pasien dengan gejala yang mengobati sendiri atau berobat ke penyehat tradisional.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X