Yasonna: KUHP Akan Menghukum Penyelenggara Negara Korup Lebih Berat

- Sabtu, 21 September 2019 | 14:32 WIB
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan bahwa masuknya sejumlah perbuatan tindak pidana korupsi dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bertujuan untuk menghukum penyelenggara negara lebih berat.

-
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

 

"Mengenai pasal tipikor (tindak pidana korupsi) dalam KUHP seharusnya agar ancaman bagi penyelenggara negara lebih berat," ucap Yasonna.

Dalam konferensi pers yang dihadiri oleh Ketua Tim Perumus Rancangan KUHP Muladi dan tim, Yasonna mengatakan dalam draf revisi KUHP pasal 602 menyebutkan "Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI".

-
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

 

"Ketentuan ini merupakan sinkronisasi antara Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, yang mengancamkan untuk setiap orang lebih tinggi dari ancaman minimum khusus bagi penyelenggara negara karena pasal 2 UU Tipikor mencantumkan ancaman minimum khusus paling rendah 4 tahun, sedangkan untuk penyelenggara negara dalam Pasal 3 mencantumkan minimum khusus paling rendah 1 tahun," ujar Yasonna.

Artinya, KUHP bertujuan untuk melindungi pelaku yang tidak memiliki peran besar dalam tindak pidana korupsi

"Kalau di UU Tipikor yang lama dia pejabat negara ancaman hukumannya minimum satu tahun, kalau bukan pejabat negara. Justru kita naikin, tetapi orang yang tidak pejabat negara karena sama dengan dokter kalau dia menyalahgunakan bisa ditambah hukumannya sepertiga kan begitu. Jadi melindungi pelaku yang tidak memiliki peran besar dalam tindak pidana korupsi dan memberikan ancaman hukuman lebih berat kepada pelaku yang memegang peran dalam pelaksanaan korupsi," jelas Yasonna.

Hari Jumat (20/09/19) Presiden Joko Widodo meminta adanya penundaan pengesahan RKUHP karena masih ada sekitar 14 pasal yang harus ditinjau ulang dan berharap pengesahan RKUHP itu dilakukan DPR periode 2019-2024.

-
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

 

Presiden Jokowi juga meminta Yasonna untuk menambah masukan dan mengumpulkan usulan dari masyarakat. Revisi KUHP dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dimulai sejak Presiden mengeluarkan Surat Presiden berisi kesiapan pemerintah dalam membahas RKUHP pada 5 Juni 2015 namun selalu tertunda.

Sebelumnya RKUHP dijadwalkan akan disahkan pada rapat paripurna DPR 24 September 2019. KUHP yang saat ini berlaku adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918.

-
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

 

Rencara revisi KUHP sendiri sudah dimulai sejak satu seminar 1963. Tim perumus RKUHP sepakat tidak membuat KUHP sama sekali dari nol. Tim melakukan rekodifikasi KUHP Hindia Belanda. RKUHP kemudian baru mengalami kemajuan ketika Muladi menjadi Menteri Kehakiman.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X