Sidang Surya Darmadi, Pakar Hukum: Kerugian Perekonomian Negara Harus Nyata dan Pasti

- Selasa, 10 Januari 2023 | 08:40 WIB
Surya Darmadi (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Surya Darmadi (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Pakar Hukum Pidana, Agus Surono, mengatakan penghitungan kerugian perekonomian negara harus jelas dan pasti.  Pasalnya, penghitungan kerugian perekonomian negara dalam perkara tindak pidana korupsi tidak boleh mengada-ada atau sekadar menafsirkan.

Hal itu disampaikan Agus Surono saat dihadirkan tim jaksa penuntut umum (JPU) untuk memberikan pandangannya di sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau, dengan terdakwa Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng.

"Tentu kerugian perekonomian negara pun juga harus dimaknai adanya satu kerugian yang sifatnya nyata dan pasti. Bagaimana metodenya saya tidak tahu menghitungnya. Harus ada," kata Agus Surono kepada majelis hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, dikutip Selasa (10/1/2023).

-
Ilustrasi suap (FREEPIK/Rawpixel)

Baca Juga: Usut Kasus Lukas Enembe, KPK Sudah Periksa 65 Saksi hingga Geledah Sejumlah Lokasi

"Jadi, tidak mungkin kalau tidak nyata dan tidak pasti, maka ini kan bertentangan dengan prinsip asas kepastian hukum juga bahwa harus ada kerugian yang sifatnya nyata dan pasti," sambungnya.

Agus menjelaskan, pandangannya tersebut mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016. Adapun, putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mencabut frasa 'dapat' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Putusan MK ini menafsirkan bahwa frasa 'dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss) bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss).

"Memang di dalam putusan MK, yang berkaitan dengan tafsir kata 'dapat' itu dimohonkan hanya berkaitan dengan keuangan negara saja," jelas Agus.

Pada kesempatan yang sama, Agus juga menjelaskan mengenai konteks perbuatan melawan hukum haruslah ada niat perbuatan melakukan pidana atau mens rea. Dia menyebut, seseorang yang melakukan perbuatan pidana diawali dengan niat jahat.

"Pidana itu, kan, pasti harus ada mens rea ataupun ada actus reus. Actus reus itu itu sifatnya harus sadar," ungkap Agus.

Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa Surya Darmadi, Juniver Girsang, juga sependapat dengan pandangan Agus Surono, bahwa penghitungan kerugian perekonomian negara di kasus kliennya sebenarnya harus nyata dan jelas. Akan tetapi, menurut Juniver, perhitungan perekonomian negara di kasus Surya Darmadi belum nyata dan jelas.

"Ahli pidana menjelaskan untuk menentukan adanya kerugian negara harus kongkrit dan nyata sesuai dengan keputusan MK Nomor 25 Tahun 2016, jelas, tidak boleh di luar daripada itu, kalau tidak kongkrit dan tidak nyata itu tidak boleh dikatakan kerugian negara," kata Juniver di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Tak hanya itu, Juniver juga sepakat dengan pandangan Agus Surono, bahwa perbuatan pidana haruslah didasarkan pada mens rea. Sebab, jika tidak ada mens reanya, maka itu tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Hal itulah yang terjadi pada kasus Surya Darmadi.

"Nah, oleh karenanya, suatu perbuatan yang tidak ada mens rea, dan kemudian tidak perbuatannya, itu tidak boleh dikatakan sebagai sesuatu yang bisa dimintai pertanggungjawaban atau tindak pidana," ungkapnya.

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X