Efektifkan 'Aturan Sakti' Onimbus Law Jokowi? Ini Pendapat Ekonom

- Jumat, 25 Oktober 2019 | 09:15 WIB
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) berjalan bersama pejabat lama Tjahjo Kumolo (kiri). (Antara/M Risyal Hidayat)
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) berjalan bersama pejabat lama Tjahjo Kumolo (kiri). (Antara/M Risyal Hidayat)

Presiden Jokowi pada akhir periode pertama kepemimpinannya sempat menerbitkan aturan yang disebut Onimbus Law. Aturan itu disebut bakal menjadi solusi dari permasalahan izin investasi di daerah yang selama ini menghambat masuknya investasi ke Indonesia. 

Selain itu, ditunjuknya Jendral Tito Karnavian juga kuat mengindikasikan bahwa pemerintah akan membereskan permasalahan perizinan di daerah-daerah yang selama ini membuat daya saing investasi kita lemah. Penunjukan sosok yang kuat seperti Tito Karnavian, disebut sebagai strategi pemerintah agar mafia-mafia perizinan di daerah bisa di basmi. 

Menanggapi hal tersebut, Ekonom dari Institut Development for Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad justru menyebut, masalah birokrasi perizinan, jika tidak diikuti dengan penyelesaian masalah lainnya seperti fiskal dan perpajakan, tidak akan menyelesaikan masalah perekonomian. 

"Onimbus law tidak langsung terasa manfaatnya. Regulasi kan hanya salah satu syarat kemudahan investasi, tapi juga harus ada hal lain yang perlu diperbaiki misalnya produktifitas tenaga kerja, masalah perpajakan, masalah infrastruktur dan biaya logistik yang tinggi. Jadi kalau hanya UU Onimbus Law saja yang dikeluarkan, itu tidak akan efektif," ujar Tauhid kepada indozone.id, Kamis (24/10). 

Menurut Tauhid, terbitnya UU Onimbus law memang bagus untuk mengatasi 74 undang-undang daerah yang bermasalah. Namun menurutnya, tidak semua regulasi bisa diwakili dengan Onimbus Law. 

"Memang itu dibutuhkan, tapi akan sangat berbahaya kalau ada UU yang sangat prinsip banget seperti kaitannya dengan lingkungan dan lainnya, ini harus hati-hati sekali," tuturnya. 

Tauhid berharap, selain UU Onimbus Law, hal-hal lain yang juga berpotensi menghambat investasi harus dibenahi. 

Pemerintah, kata dia, juga harus memadupadankan kebijakan di moneter dengan kebijakan fiskal.

"Pokoknya, insentif atau dorongan yang bisa menjadi stimulus investasi, harus juga diperhatikan, bukan hanya berhenti di regulasi saja," tuturnya. 

"Secara organisasi dan kelembagaan juga harus diperkuat agar tidak menimbulkan masalah lain," imbuhnya.

Artikel Menarik Lainnya

Penurunan Suku Bunga Acuan Oleh BI Disebut Berisiko

Prestasi! PUPR Jadi Juara 2 Kementerian Paling 'Jago' Belanja

Terus Tertunda, Taika Waititi Tetap Sutradarai Live-Action 'Akira'

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X