2 Wartawan Afghanistan Dipukuli dalam Tahanan Usai Liput Demo di Kabul

- Jumat, 10 September 2021 | 09:58 WIB
Dua wartawan menunjukkan luka akibat pukulan pasukan Taliban di Kabul, Afghanistan, Rabu (8/9/2021) dalam foto yang diperoleh dari media sosial. (Foto/Etilaatroz via Reuters)
Dua wartawan menunjukkan luka akibat pukulan pasukan Taliban di Kabul, Afghanistan, Rabu (8/9/2021) dalam foto yang diperoleh dari media sosial. (Foto/Etilaatroz via Reuters)

Dua wartawan Afghanistan dipukuli dalam tahanan polisi setelah meliput demonstrasi di Kabul. Pendiri dan pemred Etilaat Roz, Zaki Daryabi membagikan foto-foto kedua wartawan yang salah satu fotonya memperlihatkan bekas pukulan di punggung bawah &  kaki, foto lainnya memperlihatkan bekas pukulan di bahu dan lengan. Wajah kedua wartawan itu juga tampak memar dan terluka.

Daryabi mengatakan insiden pemukulan itu membawa pesan mengerikan kepada media di Afghanistan, dimana pers yang independen sebagian besar didanai oleh pendonor Barat telah berkembang dalam 20 tahun terakhir.

"Lima rekan kami ditahan di pusat penahanan selama lebih dari 4 jam, dan selama empat jam itu dua rekan kami dipukuli dan disiksa secara brutal," kata Daryabi, dikutip dari Reuters, Jumat (10/9).
 
"Dengan keruntuhan pemerintah secara tiba-tiba, Etilaat Roz semula memutuskan untuk bertahan dan beroperasi dengan harapan tak akan ada lagi masalah besar bagi media dan jurnalis. Namun dengan kejadian kemarin, harapan kecil yang saya miliki tentang masa depan media dan jurnalis di negara ini, hancur," kata Daryabi.

Taqi Daryabi, satu dari dua wartawan Etilaat Roz itu, mengatakan tujuh atau delapan orang memukuli mereka selama sekitar 10 menit.

"Mereka mengangkat tongkat dan memukuli kami sekuat tenaga. Setelah mereka memukuli kami, mereka melihat kami pingsan. Mereka membawa kami untuk dikurung di sel bersama beberapa orang lainnya," kata Taqi.

Ketika ditanya soal insiden itu, seorang menteri Taliban dalam pemerintahan baru mengatakan bahwa setiap serangan terhadap wartawan akan diselidiki. 

Taliban, yang memerintah Afghanistan lagi setelah memberontak selama 20 tahun melawan pasukan asing dan pemerintah Afghanistan, sebelumnya berjanji untuk mengizinkan media beroperasi dan menghormati hak asasi manusia. Tapi insiden kekerasan sejak mereka berkuasa telah memicu keraguan di kalangan warga Afghanistan. 

Saat Taliban memerintah negara itu pada 1996-2001, tidak ada media yang independen dan internet masih dalam perkembangan. Sejumlah wartawan telah mengeluhkan adanya serangan sejak Taliban berkuasa lagi. Beberapa wanita mengatakan mereka tidak diizinkan untuk bekerja di sektor media.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Zega

Tags

Rekomendasi

Terkini

X