Prediksi Energy Watch: Harga Minyak Dunia Masih akan Berada di Zona Negatif 

- Senin, 27 April 2020 | 09:33 WIB
Ilustrasi kilang minyak. (Pixabay/jp26jp).
Ilustrasi kilang minyak. (Pixabay/jp26jp).

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), patokan Amerika Serikat, turun 32 sen menjadi USD16,62 per barel pada pukul 05.15 WIB, seperti yang dikutip dari Reuters, Senin (27/4/2020). Sementara Brent berjangka, patokan internasional, naik 12 sen, atau 0,6%, menjadi menetap di posisi USD21,56 per barel. 

Minyak berjangka menandai penurunan ketiga berturut-turut minggu lalu, dimana Brent ditutup melorot 24% dan WTI menyusut sekitar 7%.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, terkait dengan harga minyak dunia, ia menduga masih belum akan bisa bergerak naik secara signifikan, terlebih pasca jatuhnya harga WTI dalam perdagangan penutupan kontrak bulan Mei. 

"Untuk WTI, memang masih sama masalahnya yaitu pasokan yang berlebih ditengah demand yang menurun karena pandemic Covid-19 ini," ujar Mamit kepada Indozone, saat dihubungi pada Senin (27/4/2020). 

Sementara itu untuk AS sendiri, Mamit mengungkap sudah beberapa perusahan shale oil yang mulai menghentikan kegiatan mereka karena rendahnya harga minyak. Bahkan, dampak dari penghentian operasional, jika mengutip oilprice.com, tercatat sudah ada 2.500 pekerja migas yang kehilangan pekerjaan.

"Untuk minyak Brent, saya kira akan tetap bertahan di level saat ini. Hal ini disebabkan pengguna minyak jenis Brent ini cukup bertahan secara signifikan," ungkapnya. 

Menurut dia, meskipun jelas harga ini memukul pendapatan hampir semua perusahaan migas di dunia. Bahkan beberapa perusahaan besar seperti Norway Equinor, telah memangkas deviden mereka sampai 67%. Kemudian ENI Italia bahkan mengalami penurunan profit sampai 94% untuk kuartal pertama 2020. 

"Dan banyak perusahaan besar lain yang sedang terpukul karena kondisi saat ini. Mereka dihadapkan pada pilihan memotong keuntungan atau memotong operasi," tuturnya. 

Di sisi lain, Mamit juga mengungkap bahwa ternyata banyak perusahaan besar yang harus menambah utangnya, contohnya  seperti ExxonMobil sebanyak USD18 Miliar bulan Maret dan April ini setelah sebelumnya juga berhutang USD7 Miliar pada akhir tahun lalu.

Mamit menambahkan, jika kita lihat awal bulan ini dimana OPEC+ akan memangkas produksi mereka sebanyak 9,7 juta BOPD dalam rangka meningkatkan harga minyak dunia. 

"Mudah-mudahan ada dampak signifikan pasca pemotongan bulan Mei nanti yang di lanjutkan dengan pemotongan sebanyak 7,7 juta BOPD bulan Juni- Desember 2020," pungkasnya.
 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X