KLHK Bongkar Kasus Perdagangan Surili dan Lutung Jawa Lewat Medsos

- Sabtu, 6 Juni 2020 | 12:17 WIB
Ilustrasi Lutung Jawa. (pixabay/PublicDomainPictures)
Ilustrasi Lutung Jawa. (pixabay/PublicDomainPictures)

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berhasil membongkar jaringan perdagangan satwa dilindungi surili dan lutung jawa di Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/6/2020).

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriyono mengatakan, penangkapan pelaku  berdasarkan hasil penelusuran Tim Siber Patrol Perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL).

Sustyo menjelaskan, saat itu, tim menaruh curiga terhadap sebuah akun bernama Trisna Lasmana yang sejak bulan Mei 2020 lalu memperjualbelikan satwa liar lewat media sosial.

"Dalam penangkapan tersebut ditemukan barang bukti berupa satu ekor Surili, jenis kelamin jantan (presbytis comata) usia sangat muda (4-5 bulan) dan satu ekor Lutung Jawa, jenis kelamin betina (trachypithecus auratus) usia sangat muda (4-5 bulan)," ujar Sustyo dalam keterangan tertulis pada Sabtu (6/56/2020).

-
Seekor surili yang diperdagangkan secara online. (Dok.KLHK)

Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku menjual satwa liar jenis Surili itu seharga Rp1,4 juta dan Lutung Jawa dijual seharga Rp700 ribu. Sustyo menambahkan, pihaknya akan terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas perdagangan satwa dilindungi itu.

"Kami akan terus meningkatkan pemantauan aktivitas perdagangan satwa dilindungi online (daring) melalui Siber Patrol untuk mendeteksi dini kejahatan perdagangan ilegal TSL di dunia maya dan memberantas serta mengungkapkan jaringan hingga ke akarnya," jelasnya.

Dengan dukungan dari aparat Kepolisian Resor Garut, tim menangkap pelaku berinisial TL (23) di Harumansari, Kadungora, Garut, dan kemudian menangkap pelaku lain berinisial JL di Babakan Peuteuy, Cicalengka, Bandung. Tim penyidik pegawai negeri sipil masih memeriksa pelaku.

Kedua satwa tersebut kemudian diamankan di Pusat Rehabilitasi Primata Jawa The Aspinall Fondation Ranca Bali Patuha, Bandung.

-
Hewan yang diperjualbelikan secara online. (Dok.KLHK)

Menurut Sigit Ibrahim dari Pusat Rehabilitasi Primata Jawa The Aspinall Foundation-Patuha, kedua satwa tersebut dalam keadaan sakit akibat kesalahan dalam pemberian pakan oleh pemelihara sebelumnya.

"Dan usia masih sangat muda sehingga rentan terhadap penyakit. Seharusnya satwa tersebut hidup di alam bebas bersama induknya karena masih membutuhkan makanannya dari air susu induknya," kata Sigit.

Para pelaku perdagangan satwa dilindungi akan dijerat menggunakan Pasal 21 ayat (2) huruf b jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Mereka menghadapi ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X