Amnesty International Temukan Pelanggaran HAM Serius Di Aksi Mei

- Selasa, 25 Juni 2019 | 18:59 WIB
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Amnesty International Indonesia menemukan pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oknum Brimob dalam peristiwa 21-23 Mei 2019 di Kampung Bali dan wilayah sekitarnya.

Temuan ini didapat dari investigasi yang dilakukan selama satu bulan melalui bukti video yang diterima dan telah diverifikasi oleh tim fakta Amnesty International (digital verification corps) di Berlin, Jerman serta wawancara terhadap sejumlah saksi, korban, dan keluarga korban.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menjelaskan dari hasil investigasi pihaknya terdapat tiga temuan penyiksaan yang terjadi pada aksi 21-23 Mei. Pertama, penyiksaan yang dilakukan oknum anggota Brimob di Kampung Bali. Penyiksaan ini diketahui dari sebuah video yang menyebar di media sosial, dalam video tersebut memperlihatkan aksi kekerasan dilakukan oknum personel Brimob terhadap seorang pria.

Sehari setelah viralnya video tersebut, tim Amnesty International mulai turun ke lapangan untuk melakukan investigasi dengan melakukan verifikasi metadata terkait keaslian video serta mewawancarai sejumlah narasumber. 

Temuan awal menunjukkan personel Brimob telah melakukan penyiksaan atau bentuk perlakuan buruk lainnya kepada lima orang di lahan kosong milik Smart Service Parking di Kampung Bali saat melakukan penyisiran di daerah tersebut pada tanggal 23 Mei sekitar pukul 5.30 pagi.

"Penyisiran secara brutal seperti yang terjadi di Kampung Bali jelas merupakan tindakan kriminal karena aparat menggunakan tindakan kekerasan yang tidak diperlukan. Negara harus membawa anggota Brimob yang melakukan penyiksaan tersebut ke pengadilan untuk diadili agar ada keadilan bagi korban," kata Usman dalam siaran persnya, Selasa (25/6/2019).

Temuan kedua, penyiksaan dan perlakuan buruk yang terjadi di depan gedung Bawaslu. Kelima korban yang ditangkap di Kampung Bali diseret hingga depan gedung Bawaslu dan dikumpulkan dengan orang lainnya yang telah ditangkap polisi. Setiap anggota Brimob melakukan pemukulan secara bergantian hingga dimasukkan ke dalam mobil tahanan.

"Penyiksaan terus berlangsung hingga mobil tersebut membawa korban ke kantor polisi," ujar Usman.

Temuan ketiga, penyiksaan oknum Brimob saat mengamankan beberapa orang di depan Fave Hotel, Jalan H. Agus Salim, dekat lampu merah perempatan Jalan Sabang dan di Jalan Wahid Hasyim. Oknum Polisi disebut telah melakukan kekerasan yang tidak diperlukan ketika menangkap beberapa orang saat berupaya membubarkan aksi protes yang berakhir ricuh.

"Kami memahami dengan baik kesulitan yang dialami polisi dalam menangani aksi brutal yang bisa melukai para anggotanya juga saat bertugas. Polisi punya hak untuk menggunakan kekerasan jika diperlukan namun harus tetap dalam koridor asas proporsionalitas. Kita harus mengingat bahwa hak untuk bebas dari penyiksaan adalah hak yang tak dapat dikurangi dalam kondisi apapun," ujar Usman.

Usman pihaknya telah menuangkan rangkuman temuan investigasi tersebut dalam bentuk Surat Terbuka yang akan dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo. 

Pihaknnya berharap pemerintah dapat angkat bicara terkait dugaan pelanggaran HAM pada kejadian 21-23 Mei 2019 sebagai wujud komitmen negara dalam menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia (CAT).

Selain itu, Amnesty International Indonesia juga menghimbau Kepolisian dapat menerapkan Peraturan Kapolri No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan meninjau sistem akuntabilitas yang ada dalam menangani dugaan pelanggaran HAM oleh personel polisi.

"Kami harapkan bahwa temuan ini bisa mendorong adanya akuntabilitas di kepolisian terhadap segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam kurun waktu tersebut," demikian Usman.
 

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X