Perdana Menteri Kyrgyzstan Pilih Mundur Didemo Rakyat, Curangi Pemilu Saat Pandemi Covid

- Rabu, 7 Oktober 2020 | 12:52 WIB
Unjuk rasa pendemo, Perdana Menteri Kyrgystan pilih mundur. (AFP)
Unjuk rasa pendemo, Perdana Menteri Kyrgystan pilih mundur. (AFP)

Perdana Menteri Kyrgyzstan, Kubatbek Boronov telah mengundurkan diri setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat membatalkan hasil pemilihan parlemen hari Minggu (04/10/2020) atas tuduhan kecurangan.

Boronov dan Dastan Jumabekov, ketua parlemen negara, mengajukan surat pengunduran diri mereka pada pertemuan legislatif di ibu kota Bishkek pada Selasa (06/10/2020).

Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan petugas keamanan menyatakan: "Kami bersama Anda."

Walikota Bishkek dan Osh serta gubernur wilayah Naryn, Talas, dan Issyk-Kul juga ikut mengundurkan diri.

Sebelumnya, ribuan orang mendatangi alun-alun Ala-Too pada Senin (05/10/2020) untuk memprotes kecurangan pemilu yang terjadi.

Aksi ini menimbulkan kerusuhan antar massa yang terlibat dengan pihak petugas keamanan setempat. 

-
Kubatbek Boronov perdana menteri Kyrgystan pilih mundur. (Anadolu Agency)

 

Akibat kerusuhan itu, petugas keamanan terpaksa harus menyemprotkan gas air mata, peluru karet dan granat terhadap para pengunjuk rasa. Tindakan ini menewaskan seorang anak berusia 19 tahun dan melukai 590 orang.

Kemudian keesokannya, pengunjuk rasa menyerbu Gedung Putih, yang merupakan kantor presiden dan parlemen negara itu.

Sementara Presiden Sooronbay Jeenbekov bersama dengan Boronov meminta masayarakat untuk tetap tenang, masyarakat percaya bahwa kekuasaannya akan segera berakhir.

Pemilu di Kyrgyzstan memperlihatkan secara terang-terangan penyuapan suara dan mobilisasi yang tinggi dari sumber daya administratif untuk mendukung tiga partai pemerintahan utama.  

Terutama Mekenim Kyrgyzstan, yang disokong dana oleh para pengusaha dan mantan wakil kepala bea cukai, Raimbek Matraimov.

“Banyak orang merasa bahwa partai yang berkuasa tidak hanya ingin menang tetapi menang dengan cara yang dimanipulasi,” Christopher Schwartz, seorang jurnalis dan pakar yang berbasis di Bishkek, mengatakan kepada Al Jazeera.

Kyrgystan memang sudah tidak asing dengan pergolakan politik.  Dalam 15 tahun terakhir, negara ini menghadapi dua pergejolakan,  yaitu tahun 2005 dan 2010 untuk melawan pejabat politik yang korupsi dan melakukan kecurangan di dalam pemilu.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X