Jokowi Didesak untuk Batalkan Pengangkatan Eks Anggota Tim Mawar di Kemenhan

- Selasa, 29 September 2020 | 11:19 WIB
Presiden Joko Widodo. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Amnesty International Indonesia, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membatalkan pengangkatan dua anggota eks tim mawar.

"Kami mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membatalkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 166 Tahun 2020 yang mengangkat dua anggota eks tim mawar, yaitu Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha menjadi pejabat publik di lingkungan Kementerian Pertahanan," bunyi surat terbuka itu, Selasa (29/9/2020).

Pengangkatan tersebut dinilai pejabat akan membuat hilangnya efek jera, sehingga melanggengkan praktik impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM serta terhambatnya agenda-agenda reformasi institusional untuk memberi jaminan ketidakberulangan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

"Dalam jangka panjang, keputusan ini akan semakin menyulitkan terbentuknya tata kelola pemerintahan yang berbasis hak asasi manusia, misalnya ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa yang sampai saat ini belum diratifikasi; sebab para pelanggar HAM berat khususnya pelaku peristiwa penghilangan paksa, diberi legitimasi politik untuk mempengaruhi kebijakan negara," terangnya.

"Tidak lupa, kami juga mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa setiap kegagalan untuk menyidik atau membawa mereka yang bertanggung jawab ke muka pengadilan memperkuat keyakinan para pelaku bahwa mereka memang tidak tersentuh oleh hukum," tambah surat itu.

Selain mendesak untuk mencabut Keppres itu, surat terbuka itu juga meminta Jaksa Agung untuk menindaklanjuti penyelidikan atas kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dari Komnas HAM serta memastikan penyidikan menyeluruh.

"Ketiga, mengambil langkah-langkah untuk mengungkap kebenaran, memberikan keadilan dan pemulihan penuh para korban dan keluarga mereka. Suara-suara korban pelanggaran HAM berat yang telah menunggu puluhan tahun agar negara segera menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM melalui mekanisme pengadilan harus didengarkan secara penuh dan tidak boleh dibungkam," papar surat itu.

"Segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa, Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional, dan Perjanjian tentang Hak Istimewa dan Kekebalan Hukum Mahkamah Pidana Internasional, serta memasukkan ketentuan-ketentuannya ke dalam hukum nasional dan mengimplementasikannya dalam ranah kebijakan maupun praktik," tutupnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X