Kompetisi Pacu Stand Up Paddle dan Prestasi Anak 'Laskar Pelangi'

- Senin, 5 Agustus 2019 | 12:17 WIB
photo/ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS
photo/ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS

Para peserta pacu (race) dalam kompetisi Stand Up Paddle (SUP) tingkat internasional di Pantai Tanjung Kelayang, Belitung, terasa menyeruak. Sekitar 30 peserta sudah bersiap. Di bibir pantai, panitia memberi arahan terakhir kepada peserta.

Panas mulai menyengat. Sebagian penonton berlindung dibalik bayangan pepohonan atau tenda, tetapi tidak sedikit pula yang berteriak di bawah panas matahari untuk memberikan semangat kepada peserta jagoannya.

Pacu Stand Up Paddle pun dimulai. Bupati Belitung Bupati Belitung Sahani Saleh mengibaskan bendera "catur" (kotak-kotak hitam putih). Peserta yang tadinya bersiap, 15 meter dari bibir pantai menggotong papan paddle bersama dayungnya, lalu berlari ke bibir pantai, dan menghempaskan papan dan mengayuh penuh tenaga.

Jika dilihat sekilas, mengendarai paddle tampak mudah dilakukan, tetapi ternyata memerlukan keahlian tersendiri. Karena itu, di negara bagian tertentu di Amerika Serikat, para pemain paddle harus menyertakan lisensi.

Bermain stand up paddle terlihat sederhana. Olahraga yang dipopulerkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Indonesia ketika bertanding dengan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno di Danau Sunter, Jakarta, awal tahun lalu. Kini, olahraga paddle telah menjadi gaya hidup masyarakat kalangan atas.

-
photo/ANTARA /Sigid Kurniawan

Bagi pemula, hal yang paling menantang adalah bisa berdiri, lalu mengayuh menantang ombak untuk tetap bisa berdiri. Sensasi bagi yang sudah bisa berdiri seperti sudah menaklukkan laut.

Keterampilan berikutnya, mengayuh ke tengah laut dengan menjaga keseimbangan dan bermain dengan ombak dan terjangan angin laut. Jika, sudah begini, jiwa serasa sudah bagian dari laut luas. Saat itu, rasa lelah pun tidak terasa. Namun, esok paginya, barulah terasa berdenyut dan kaku di bagian betis, paha, dan pinggang.

Bagi mereka yang sudah ahli, tantangannya pasti berbeda, yakni ikut marathon 8 kilometer (km) atau berpacu ke tengah laut melawan ombak dan angin, lalu kembali ke pantai mencapai garis akhir. Itulah perjuangan sebenarnya.

-
photo/ANTARA/Erafzon Saptiyulda AS

Tidak sedikit dari peserta pacu paddle melakukan keduanya, marathon dan race. Satu di antaranya yaitu Agus Susanto, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan. Untuk usia, dia memang tidak muda lagi yakni sudah 55 tahun, tetapi semangatnya tidak kalah dengan yang muda-muda.

Tua dan muda tidak menjadi perbedaan dalam perlombaan ini, karena olahraga ini bukan sekadar prestasi yang dilombakan, melainkan olahraga rekreasi untuk bersenang-senang dengan komunitas atau kolega.

"Olahraga ini bukan hanya digemari kalangan 'high profile' di Indonesia, tetapi juga di luar negeri," kata Agus.

Keterampilan dan ketahanan fisik sangat nyata di uji. Fisik yang kuat tidak cukup untuk menang dalam berpacu karena dibutuhkan keterampilan agar papan paddle tidak melenceng dibawa angin. Itulah yang terjadi pada sebagian peserta pacu stand up paddle, dan itu diakui Agus yang berhasil meraih posisi kelima. 

-
photo/ANTARA/Erafzon SAS

Angin Pantai Tanjung Kelayang menjelang siang bertiup cukup kencang sehingga sebagian peserta kewalahan menjaga laju papannya tetap di jalur yang benar. Beberapa tampak bersusah payah mengarahkan papan paddle-nya ke jalur yang benar agar tidak didiskualifikasi.

Peserta pemula Erfan Kurniawan mengatakan jika dalam lomba marathon, kelelahan fisik dan sengatan matahari menjadi tantangan utama, maka dalam lomba kecepatan juga mengalami yang sama, dan ketahanan fisik jadi tantangan sangat diperlukan.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X