Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN) Tulungagung memberikan tawaran unik kepada calon legislatif (caleg) di Tulungagung untuk Pemilu 2024 mendatang.
Tawaran unik tersebut disampaikan melalui spanduk yang sudah dipasang di semua Daerah Pemilihan (Dapil) di Tulungagung.
Hal yang unik dalam tawaran tersebut adalah ajakan PAN kepada masyarakat Tulungagung untuk mencalonkan diri menjadi caleg lewat PAN.
PAN menjanjikan pengembalian uang kepada caleg yang gagal dan bonus bagi Caleg yang berhasil mendapatkan kursi secara mandiri.
Baca Juga: Cak Imin Sebut Putusan PN Jakarta Pusat Tunda Pemilu Harus Jadi Renungan Semua Pihak
Hal ini disampaikan oleh Ketua Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) DPD PAN Tulungagung, Edi Purwanto. Edi mengatakan ajakan tersebut bukan instruksi dari pimpinan pusat, tapi hasil musyawarah pimpinan daerah.
"Sudah kita pasang di Dapil-Dapil yang ada," ujarnya pada Jumat (10/03/2023).
Dapat Rp50 Ribu
Kesepakatan itu berlaku bagi Caleg PAN yang gagal mendapatkan kursi, tapi bisa mengumpulkan minimal 400 suara dalam Pemilu 2024 mendatang. Nantinya masing-masing suara akan dihargai senilai Rp 50 ribu.
"Terkait nyaleg di PAN itu tidak rugi. Jika tidak bisa dapat kursi, maka akan diganti. Yang dapat ganti ini caleg yang minimal dapat 400 suara, setiap suaranya akan diganti dengan Rp50 ribu, ya kita taulah mereka kan juga sudah keluar uang untuk mendapatkan suara ini," ucapnya.
Bonus Rp500 Juta
Sedangkan caleg yang mendapatkan bonus adalah caleg yang secara mandiri bisa mendapatkan suara dan bisa mendapatkan kursi karena telah melampaui minimal Bilangan Pembagi Pemilu (BPP) di Dapil tersebut.
"Kalau ada caleg yang dapat suara secara mandiri BPP-nya misal 12 ribu suara terus dapat kursi, itu akan kita berikan bonus Rp500 juta,"ungkapnya.
Sumber dana yang digunakan dalam strategi ini adalah dana patungan dari anggota legislatif dari PAN yang kini masih aktif berkarier.
Politik butuh biaya
Pihaknya meyakini, cara menarik perhatian caleg dengan model seperti ini tidak akan membuat masyarakat semakin risih, tapi justru sebaliknya. Sebab masyarakat sudah terbiasa dan memahami jika politik juga membutuhkan biaya.
