Jangan Melulu soal Ojol, Pemerintah Juga Diminta Perhatikan Angkutan Lain

- Rabu, 15 April 2020 | 15:43 WIB
Ilustrasi Ojek Online (Foto: Indozone/Arya)
Ilustrasi Ojek Online (Foto: Indozone/Arya)

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, meminta pemerintah untuk memperhatikan nasib angkutan umum resmi atau legal pada masa pandemi virus corona (Covid-19) mewabah saat ini. Jangan hanya mengurus soal ojek online (ojol) atau ojek daring.

"Menurut data dari Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan di tahun 2019. Jumlah perusahaan bus/angkutan itu merupakan gabungan dari enam jenis layanan, yaitu bus antar kota antar provinsi; mobil antar jemput antar propinsi; bus pariwisata; angkutan sewa; angkutan alat berat; dan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3)," kata Djoko di Jakarta, Rabu (15/4/2020).

Djoko mengungkapkan, data tersebut belum termasuk jenis bus lainnya, seperti bus-bus angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan pedesaan (angkudes), angkutan perkotaan (angkot), bajaj, becak, becak motor, dan becak nempel motor (bentor) yang datanya ada di Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten maupun Kota.

Melihat kondisi saat ini, pemerintah maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum memberikan perhatian kepada angkutan umum yang juga beroperasi, semisal bajaj.

"Angkutan roda tiga seperti bajaj sebagai salah satu moda angkutan umum beroperasi di Jakarta sudah tidak diperhatikan keberadaannya. Sudah wilayah operasinya dibatasi, tambah semakin terpuruk di saat ojek daring muncul dengan wilayah operasi tanpa batas. Angkutan bajaj dibiarkan beroperasi tapa perlindungan, meski sebagai angkutan umum yang legal," ungkapnya.

"Pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang. Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu. Karena mobilitas orang berkurang dan moda yang digunakan dibatasi jumlah penumpangnya," tambahnya.

-
Sejumlah bus terparkir di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta. (INDOZONE/Febio Hernanto)

Dia pun menilai, sejauh ini perhatian pemerintah dan BUMN terhadap ojek online (Ojol) sangat berlebihan di tengah pandemi Covid-19 di Indonesia. Padahal yang terdampak dari wabah ini bukan hanya Ojol.

Salah satu bentuk perhatian itu ialah pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.

"Padahal perusahaan transportasi itu keuntungan lebih kecil dibanding perusahaan transportasi daring. Dan hubungan kerja perusahaan angkutan dengan awak angkutannya juga bermitra. Tidak bekerja tidak mendapatkan penghasilan. Sementara, program perusahaan transportasi daring tidak mengena sasaran langsung mitranya, apalagi untuk memikirkan masyarakat yang lain, masih jauh dari harapan," bebernya.

Jika pemerintah dan BUMN mau adil, sambung pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata ini, tidak hanya pengemudi ojek daring yang mendapatkan cash back untuk pembelian BBM atau bentuk bantuan lainnya. Namun juga diberikan bantuan kepada seluruh pengemudi transportasi umum yang lainnya.

"Ketidakadilan ini harus segera diakhiri, supaya ketegangan di kalangan masyarakat bisa mereda. Negara ini sedang dirundung duka janganlah lagi ditambah masalah akibat ketidakadilan itu," tandasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X