Bos Garuda Minta Tuntutan Hukum Citilink Ke Sriwijaya Dicabut

- Kamis, 3 Oktober 2019 | 19:57 WIB
Sriwijaya Air. (Instagram/@sriwijayaair)
Sriwijaya Air. (Instagram/@sriwijayaair)

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Ari Ashkara meminta kepada PT Citilink Indonesia yang merupakan anak usahanya untuk mencabut gugatan hukum terkait wanprestasi yang dilakukan oleh Sriwijaya Air Group. 

Citilink menggugat Sriwijaya Air dan NAM Air atas dugaan wanprestasi pada KSM yang telah dirintis sejak November 2018 silam. Gugatan itu telah didaftarkan ke PN Jakarta Pusat (Jakpus) pada Rabu (25/9) lalu dengan Nomor Perkara 582/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst

Proses cabut guguatan ini dilakukan setelah Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group sepakat melanjutkan kerjasama manajemen yang sebelumnya sempat terputus dan menyebabkan maskapai Sriwijaya terancam tak bisa mengudara. 

"Saya sudah minta sama Citilink untuk men-drop tuntutan tersebut, yang penting penumpang terlayani dan para pegawai pastinya," ujar Ari di Jakarta, Kamis (3/10). 

Ari menambahkan, proses rujuk itu difasilitasi Kementerian BUMN sebagai pemegang saham utama Garuda Indonesia. Proses ini juga mempertimbangkan pelayanan kepada penumpang dan memperhitungkan nasib pegawai jika Sriwijaya Air Group berhenti beroperasi. 

"Kami sudah sepakat dengan pemegang saham, yang penting seperti spirit yang disampaikan ibu menteri (Menteri BUMN Rini Soemarno) bahwa kami harus melayani penumpang dan para pegawai," kata Ari. 

Sebelumnya, Direktur Operasi Sriwjaya Air Captain Fadjar Semiarto mengakui, Sriwijaya Group tengah kesulitan finansial hingga memiliki utang senilai Rp2,46 triliun kepada beberapa rekanan seperti Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, PT Garuda Maintenance Facilities (GMF) AeroAsia hingga AirNav Indonesia dan Pertamina. 

Bahkan, Sriwijaya Air Group juga tidak bisa membayar utang senilai Rp800 miliar kepada GMF yang membuat maskapai tersebut tidak mendapat pelayanan untuk melakukan perbaikan dan perawatan pesawat.

"Total Rp 2,46 triliun terhitung pada Oktober 2018," ujar Fadjar, Selasa (1/10) lalu. 

Fadjar mengatakan, kondisi perusahaan saat ini sudah berada dalam rapor merah, yaitu dalam Hazard, Identification dan Risk Assessment berstatus merah 4A. Adapun peringkat paling parah adalah 5A.

Kondisi tersebut, kata Fadjar, sudah tidak memungkinkan bagi sebuah maskapai untuk meneruskan operasional penerbangan. Hal itulah yang kemudian membuat pihaknya mengajukan surat rekomendasi untuk menghentikan sementara operasional Sriwijaya Air Group hingga kondisi kembali memungkinkan, terutama kondisi finansial perusahaan. (SN)

Artikel Menarik Lainnya:

 

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X