Rencana PPN Sembako dan Biaya Persalinan Dinilai Bebani Masyarakat

- Selasa, 15 Juni 2021 | 12:22 WIB
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah bahan pokok (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.)

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menegaskan bahwa dirinya menolak rencana perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tentang berencana mengenakan pajak untuk sembako dan biaya persalinan.

Ia berkata, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako dan biaya persalinan bakal memberatkan keluarga yang sudah amat terpukul dengan situasi Pandemi Covid-19.

"Kita sangat prihatin ya dengan rencana penambahan beban biaya kepada masyarakat. Unsur yang paling terpukul pasti keluarga, jika PPN diterapkan untuk sembako, pendidikan dan biaya persalinan. Harus cari solusi yang lain untuk persoalan keuangan negara ini. Tidak menambah beban baru bagi keluarga-keluarga di Indonesia," ungkap Mufida, Selasa (15/6/2021).

Baca Juga: Ramai Dikecam, Ini Alasan Pemerintah Tarik Pajak Sembako, Pendidikan dan Kesehatan

Ia menyatakan, pemerintah seharusnya justru memastikan agar setiap keluarga di Indonesia bisa mendapat akses terhadap sembako dengan mudah karena sembako adalah kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh keluarga Indonesia sehari-hari.

"Pada situasi non pandemi tugas pemerintah memastikan agar rakyatnya bisa mendapat sembako dengan mudah salah satunya keterjangkauan harga. Apalagi sekarang di era sulit seperti Pandemi ini. Sangat berat sekali buat keluarga Indonesia," kata Mufida.

Politisi PKS ini menekankan, kondisi Indonesia saat ini masih buruk karena angka stunting dan gizi buruk anak berdasarkan data UNICEF menunjukkan pada 2020 lebih dari dua juta anak menderita gizi buruk dan lebih dari tujuh juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting.

Kemudian Mufida menukil data Kementerian Kesehatan ihwal angka stunting dan gizi buruk di Indonesia melebihi angka toleransi dari WHO. Toleransi WHO untuk gizi buruk adalah 10% dan stunting 20%. Sementara Indonesia masih 26,67 % pada 2019. Jumlah ini diprediksi meningkat 15 persen akibat Pandemi Covid-19.

"Masih tingginya angka gizi buruk dan stunting karena kemiskinan dan akses terhadap sumber makanan yang tidak memenuhi syarat. Jika sembako kena pajak, bisa dibayangkan berapa banyak keluarga yang terancam dalam gizi dan kesehatannya?" tegas dia.

Untuk soal biaya persalinan, Mufida meminta hal ini tetap menjadi tanggungan BPJS Kesehatan, bukan justru dikenakan pajak tambahan.

Ia meminta sektor kesehatan yang menjadi hajat hidup orang banyak tidak menjadi beban baru bagi masyarakat yang tengah menghadapi Pandemi.

"Harus ada skala prioritas dalam penyusunan APBN sehingga tidak ada pembebanan kepada masyarakat yang sudah terimbas Pandemi Covid-19," jelas dia.

"Masyarakat sudah memiliki beban tambahan selama Covid-19 untuk beli masker, untuk melakukan test Covid-19 tambahan jika melahirkan, untuk membeli multivitamin guna menjaga imunitas, jangan ditambah lagi dengan beban pajak," tutupnya.
 

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X