KIB Harus Lakukan Pertemuan Pasca PPP Berganti Ketum

- Rabu, 14 September 2022 | 19:30 WIB
Ketum PAN Zulhas (kiri), Ketum Golkar Airlangga Hartarto (tengah) dan Ketum PPP Suharso (kanan) di KPU. (INDOZONE/Harits Tryan)
Ketum PAN Zulhas (kiri), Ketum Golkar Airlangga Hartarto (tengah) dan Ketum PPP Suharso (kanan) di KPU. (INDOZONE/Harits Tryan)

Pasca Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengesahkan pergantian kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dari Suharso Monoarfa ke Muhammad Mardiono, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) belum berkumpul kembali.

Pengamat Politik dari Universitas Veteran Jakarta, Danis T.S Wahidin memandang, para Ketua Umum Partai yang tergabung di dalam KIB harus segera berkumpul guna melakukan konsolidasi.

“Perlu atau tidak Pak Mardiono komunikasi dengan KIB itu kewenangan politik dia, yang tidak bisa diintervensi. Mungkin dia ada kepentingan politik komunal untuk membawa PPP kedepan,” kata Danis kepada wartawan, Rabu (14/9/2022).

Danis melihat, dinamika politik yang dialami PPP maupun KIB adalah sebuah kewajaran dalam proses politik dan demokrasi. Disharmonisasi kata dia, akan mewarnai berbagai dinamika-dinamika akan menemukan titik equilibrium. 

“Peta politik koalisi ini kan tidak pernah final sebelum kemudian KPU menetapkan kandidat presiden dan cawapres. Apa yang terjadi di PPP, bentuk dari dinamika internal PPP menuju Pemilu 2024. Namanya parpol tidak bisa dilepaskan dari pemilu dan kepentingan elit dan konstituen,” urainya.

“Titiknya adalah koalisi figur-figur penting yang memiliki daya elektoral untuk kemudian masuk dalam kontestasi politik kebangsaan yaitu pemilu 2024,” tambah Danis. 

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Aisah Putri Budiatri mengungkapkan konflik internal PPP akan memberikan pengaruh terhadap sikap dan posisi partai dalam membangun koalisi politik.

Baca Juga: Disahkan Jadi Plt Ketum PPP, Mardiono Ingin Temui Presiden Jokowi

Hal itu disebabkan kondisi umum partai politik di Indonesia yang cenderung menetapkan bergabung tidaknya dengan koalisi diputuskan oleh kesepakatan elite yang perpengaruh atau menjadi kunci dari partai tersebut.

"Oleh karena itu, ketika ada konflik internal yang mengubah posisi elite di internal partai seperti di PPP saat ini, langsung atau tidak langsung pasti mempengaruhi keputusan tersebut," jelas peneliti yang kerap disapa Puput itu.

Puput menilai peta koalisi bisa jadi akan berubah karena konflik di internal PPP. Elite partai berlambang Ka'bah itu sangat mungkin akan mengubah strategi untuk menghadapi Pemilu 2024, termasuk dalam hal koalisi.

"Konflik internal PPP akan mengubah peta politik internal PPP karena elite kunci akan bergeser. Keputusan terkait dengan koalisi menuju Pemilu 2024 juga bisa jadi akan dipikirkan ulang oleh elite kunci baru," ungkapnya.

Menurut Puput, kendati PPP memutuskan tetap berada di barisan KIB, kinerja PPP tidak akan maksimal karena masih terganjal persoalan internal. Polemik pelengseran Suharso Monoarfa dari kursi ketua umum juga masih akan berlanjut.

"Dalam konteks konflik masih berlangsung dan masih panjang langkah perdamaian internal partai, maka gerak PPP untuk berkiprah dalam kerja koalisi bisa jadi akan stagnan karena partai sibuk dengan persoalannya sendiri. Apalagi PPP juga harus menyiapkan berkontestasi dalan Pemilu 2024 dan menyiapkan diri untuk pileg," pungkasnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X