Mengejutkan! Penjelasan Kapolri Soal Pasal Karet UU ITE, Sambut Jokowi yang Minta Dikritik

- Senin, 15 Februari 2021 | 20:19 WIB
Presiden Jokowi (kiri) dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo (kanan). (Instagram)
Presiden Jokowi (kiri) dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo (kanan). (Instagram)

Seolah menyambut pernyataan Presiden RI Jokowi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan penjelasan soal masalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang selama ini kerap menjerat orang-orang yang melakukan aktivitas di dunia maya.

Sigit mengakui bahwa masalah tersebut telah menjadi catatan pihak kepolisian, dan karena itu, ke depannya Polri akan mengevaluasi segala bentuk kekurangan di dalam penerapan hukum terkait UU Nomor 11 Tahun 2008 tersebut.

Polri, kata Sigit, akan mengedepankan pendekatan yang lebih persuasif di dalam memproses hukum seseorang yang dilaporkan dengan pasal-pasal yang ada di dalam UU ITE.

"Untuk ke depan, betul-betul kita dapat melaksanakan penegakan hukum secara selektif, dengan pendekatan persuasif. Dan kemudian kita upayakan untuk langkah-langkah yang bersifat restorative justice, untuk menjaga agar penggunaan pasal-pasal yang dibilang pasal karet di dalam UU ITE," katanya, dalam konferensi pers hari Senin (15/2/2021).

UU ITE sendiri terdiri dari 13 bab dan 54 pasal. Di dalamnya terdapat sejumlah pasal yang selama ini dinilai sebagai "pasal karet", di antaranya Pasal 27 ayat 1 (memuat konten melanggar kesusilaan), Pasal 17 ayat 3 (pencemaran nama baik), Pasal 28 ayat 2 (menyiarkan kebencian), dan Pasal 29 (ancaman kekerasan).

"Tentunya ini berpotensi untuk kemudian digunakan untuk saling melapor dengan istilah mengkriminalisasi UU ITE," lanjut Sigit.

Sigit menambahkan, upaya ini dilakukan Polri agar warga Indonesia tidak dirundung kecemasan dalam melakukan aktivitas di dunia maya.

"Sehingga penggunaan ruang cyber tetap bisa kita jaga dengan baik dengan memenuhi etiket. Artinya, akan ada langkah-langkah yang bersifat preventif dan lebih bersifat lebih persuasif, yang bersifat privasi yang tentunya nanti akan kita kembangkan," pungkasnya.

Seperti diketahui, Jokowi baru-baru ini meminta masyarakat lebih aktif dalam memberikan masukan dan kritik terhadap kinerja pemerintah.

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan atau potensi maladministrasi," kata Jokowi dalam sambutannya di laporan tahunan Ombudsman 2020, Senin (8/2/2021).

Pernyataan Jokowi tersebut langsung disambut riuh protes di kalangan masyarakat. Pasalnya, selama ini, kerap terjadi penangkapan terhadap orang-orang yang vokal dalam mengkritik pemerintah.

Dandhy Dwi Laksono, Ananda Badudu, dan Sebastian Hutabarat adalah segelintir di antaranya.

Dandhy, misalnya, ditangkap karena dianggap menyebarkan kebencian terkait kritiknya terhadap pemerintah RI soal Papua.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X