The Most Engaging Media For Millennials and GEN Z

Tuntutan Hukuman Mati 2 Kurir Ganja 250 Kg, Human Rights Watch: Tidak Mengurangi Kejahatan
Satu daridua terdakwa kurir ganja 250 kilogram saat dikunjungi istri dan anaknya di Lapas Salambue, Padangsidimpuan, Sumatera Utara, Senin (24/8/2020). Kedua terdakwa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum. (Nanda Fahriza Batubara)
News

Tuntutan Hukuman Mati 2 Kurir Ganja 250 Kg, Human Rights Watch: Tidak Mengurangi Kejahatan

Senin, 31 Agustus 2020 20:05 WIB 31 Agustus 2020, 20:05 WIB

INDOZONE.ID - Aktivis hak asasi manusia dari Human Rights Watch Andreas Harsono turut menanggapi tuntutan pidana mati terhadap dua kurir ganja seberat 250 kilogram di Padangsidimpuan, Sumatera Utara.

Menurut Andreas, hukuman mati tidak mengurangi kejahatan. Termasuk tidak membuat jera orang yang terlibat kasus narkoba.

"Saya tentu mengerti debat soal hukuman mati. Saya punya sikap menolak hukuman mati. Ini juga sejalan dengan sikap Human Rights Watch, organisasi tempat saya bekerja," kata Andreas, Senin (31/8/2020).

Andreas mengatakan, terdapat setidaknya lima alasan yang membuat mayoritas negara menolak hukuman mati.

Pertama, hak hidup tak bisa dirampas siapa pun termasuk negara. 

"Kenapa? Karena belum ada satu orang pun bisa menciptakan kehidupan. Jangan rampas kehidupan. Hukuman mati sering disebut sebagai state murder," kata Andreas.

Yang kedua, lanjut Andreas, sistem hukum bisa saja salah. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia masih rendah. Hal itu bisa dipicu berbagai faktor.

Karena adanya potensi kesalahan oleh penegak hukum, maka hukuman mati belum layak diterapkan.

"Bagaimana kalau ternyata terpidana tak salah tapi dia sudah dihukum mati? Bagaimana kalau terbukti hakim-hakimnya bisa disuap? Artinya, orang yang tak menyuap yang dihukum. Mereka sangat mungkin bisa tidak adil, bisa salah," kata Andreas.

Menurut Andreas, terpidana hukuman mati juga kerap harus melalui masa penjara sebelum dieksekusi. Dengan kata lain, hukuman yang diterapkan menjadi dua kali lipat.

"Buat apa lembaga pemasyarakatan bila ada hukuman mati? Kata 'pemasyarakatan' artinya mendidik seorang yang pernah berbuat jahat agar bisa kembali jadi anggota masyarakat yang normal," katanya.

Keempat, Andreas mengungkapkan bahwa 140 dari 197 negara di dunia tidak menerapkan hukuman mati.

UN Office on Drugs and Crimes juga menolak hukuman mati buat para pelaku kejahatan narkoba.

Jenis hukuman itu dianggap tidak efektif untuk membuat jera.

Secara internasional, katanya, hukuman mati hanya diterapkan terhadap para pelaku kejahatan yang berniat menghilangkan nyawa orang lain.

"Narkoba bukan bikin kematian langsung," katanya.

Kelima tentang dampak tak langsung yang ditimbulkan. Menurut Andreas, negara yang menerapkan pidana hukuman mati kerap kali sukar melindungi warga negaranya yang juga terancam hukuman mati di negara lain. 

Pada 2015 lalu, sedikitnya 300 Warga Negara Indonesia yang ditunggu hukuman mati di negara-negara teluk dan Malaysia. 

"Bagaimana mau bela mereka tanpa dituduh double standard?" kata Andreas.

Simak penjelasan selenngkapnya dari Andreas Harsono di sini.

Sebelumnya, dua kurir ganja seberat 250 kilogram dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum Padangsidimpuan.

Kedua kurir itu adalah Pandapotan Rangkuti alias Dapot dan Adi Saputra Nasution alias Boja.

Namun ternyata, terdapat kejanggalan serta cerita menyedihkan di balik aksi keduanya.

Ruang sempit itu menjadi saksi haru pertemuan perdana bagi Pandapotan Rangkuti dengan bayi perempuan yang belum diberinya bernama.

Sejak lahir empat bulan lalu, Dapot tidak pernah menatap wajah putrinya tersebut.

Kerinduan mendalam itulah yang membuat air mata Dapot tak terbendung. 

Perasaannya campur aduk saat itu. Antara air mata dan senyum bahagia Dapot melihat tingkah lucu dan polos bayinya.

Dia terus mencium dan memeluk sembari mengumandangkan azan serta membacakan ayat-ayat Al Qur'an.

Bayi tersebut merupakan bungsu dari empat anak hasil pernikahan Dapot dengan Nurmina Nasution. 

Jari mungilnya seolah menyambut kerinduan, dia memegang erat kaus usang nan lecek itu. 

Selama ini, bayi malang itu belum pernah melihat wajah ayahnya.

Hingga Senin (24/8/2020), hampir delapan bulan sudah bagi Dapot mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Salambue, Padangsidimpuan, Sumatera Utara.

Dia merupakan terdakwa kasus ganja seberat 250 kilogram. Bersama Adi Saputra Nasution alias Boja, Dapot dituntut hukuman mati oleh Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan karena keterlibatannya menjadi kurir pada persidangan Selasa (18/8/2020) lalu.

Sore itu, Dapot dan Boja baru saja menyampaikan pembelaan pada sidang pledoi yang digelar secara virtual.

"Saya bukan orang jahat, Pak. Saya tidak tahu di mana lagi dapat uang untuk istri, dia sudah partus (mau melahirkan)," kata Dapot saat berbincang usai sidang dengan nada terbata-bata.

Di ruangan ini, Dapot memeluk erat istri dan anaknya yang datang menjenguk dari daerah asal mereka, Kecamatan Panyabungan Timur, Mandailing Natal. 

Jarak yang jauh serta keterbatasan biaya perjalanan membuat dia jarang dikunjungi keluarga. 

Jangankan ongkos, untuk makanan sehari-hari saja mereka membutuhkan uluran.

Di tengah perbicangan rindu, tiba-tiba tangisan kembali pecah. Pandangan Dapot sontak kosong ketika mengetahui bahwa ayahnya baru saja meninggal dunia karena sakit. 

Duka kian menyelimuti. Dapot tidak bisa menatap wajah sang ayah untuk yang terakhir kali akibat terkurung di balik jeruji besi.

"Tapi kami tidak bilang Abang di penjara, jadi ayah tidak tahu. Kami bilang Abang merantau, tidak bisa pulang," kata Nurmina menenangkan Dapot.

Dapot tak berhenti mendekap keluarganya, mencoba memanfaatkan waktu kunjungan yang terbatas.

Bagi dia, keluarga adalah segalanya. Namun hal itu juga yang membuatnya ceroboh sehingga berujung di penjara.

Cerita ini bermula saat terompet Tahun Baru 2020 baru saja berlalu. Kala itu, bayinya masih dalam kandungan Nurmina.

Dia akan melahirkan dalam waktu dekat. Sedangkan ayah Dapot saat itu tengah terbaring sakit.

Sama sekali tidak mengantongi uang, Dapot gelap mata. Kesehariannya cuma bekerja sebagai sopir angkutan lepas. Penghasilannya tak menentu. 

Berbagai upaya sudah dilakukan. Namun urung berhasil. 

Di tengah situasi itu, Dapot bertemu dengan lelaki bernama Adek. Dari sinilah kisah tragis Dapot dimulai.

Adek yang melihat kesempatan langsung melancarkan aksi. Dia menawari Dapot uang Rp 10 juta dengan satu syarat, mengantar ganja.

Dengan pemikiran pendek, Dapot pun menyanggupi penawaran itu. 

Di tempat lain, seorang lelaki yang berusia lebih muda dari Dapot juga mengalami nasib hampir sama, yakni Adi alias Boja.

Boja sudah beberapa bulan menganggur setelah diberhentikan dari tenaga honorer Pemkab Mandailing Natal. 

Hilangnya sumber penghasilan membuat keluarga Boja kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. 

Saat itu, dia memiliki satu anak berusia sembilan bulan dari pernikahan dengan Nisah Lubis.

Kondisi seperti ini juga membuat Boja bertemu dengan Adek. Setelah berbincang, Boja menyanggupi permintaan mengantar ganja.

Sejauh itu, Dapot dan Boja belum saling mengenal. Mereka baru bertemu setelah Adek memberikan satu unit truk dengan nomor polisi B 1806 TYT yang nantinya digunakan mengangkut ganja.

Setelah menyerahkan truk, Adek memberi Dapot dan Boja uang transportasi senilai Rp 250 ribu. Sedangkan upah Rp 10 juta akan diserahkan setelah tugas mereka tuntas.

Selanjutnya, Adek memerintahkan Dapot dan Boja mendatangi seorang lelaki bernama Faisal. 

Dari lelaki inilah ganja itu berasal, menurut pengakuan keduanya. 

Mereka kemudian menjemput ganja itu dari suatu perkampungan di Mandailing Natal.

Tak lama berselang, keduanya tiba di suatu perbukitan. Dari atas itulah sejumlah karung berisi ganja dijatuhkan tepat ke dalam bak truk.

Setelah ganja siap diangkut, Faisal memerintahkan Dapot dan Boja membawanya ke Padang Sidempuan, sekitar tiga jam perjalanan dari Mandailing Natal. 

Faisal kemudian meminta Dapot menghubunginya sesampai di sana. Setelah itu, dia berjanji akan memberi nomor kontak orang yang akan menjemput. Namanya Roni. 

Tanpa membuang waktu, Dapot dan Boja bergegas menuju Padang Sidempuan. Setibanya di lokasi, mereka langsung menghubungi Fasial dan meminta kontak yang dijanjikan. 

Namun sial bagi dua lelaki tersebut. Alih-alih Roni, yang datang justru sejumlah petugas kepolisian.

Kendaraan mereka dihentikan di suatu jalan sepi perbukitan pada Rabu (8/1/2020) malam.

Dari video yang beredar, ganja seberat 250 kilogram itu disimpan dalam sejumlah karung dan diletakkan begitu saja di bak truk tanpa penutup.

Saat ditangkap, petugas kemudian memberi tembakan ke kaki Boja. Dia disebut hendak melawan, versi polisi.

Beruntung bagi Boja tidak tewas saat itu. Jika tidak, maka dia tak bakal bisa melihat wajah polos putrinya seperti di ruangan ini.

Ketika pertemuan berlangsung, istri Boja tak henti-hentinya menutup mata dan mencoba menahan tangis. Namun dia tak kuasa membendungnya. 

Tidak sampai situ, Boja juga terlihat harus berupaya keras mengingatkan putrinya yang sudah mulai asing dengan wajahnya. 

Hal itulah yang membuat dia awalnya enggan digendong. 

"Saat itu dia (Boja) bilang ada kerjaan antar beras ke Padang Sidempuan, nanti gajinya bisa beli satu karung beras. Karena saat itu memang kami kesulitan uang," tutur Nisah mengingat perkataan suaminya sembari menangis.

Kini, Boja dan Dapot terancam hukuman mati. Keduanya memeroleh tuntutan itu dari Jaksa Penuntut Umum Gabena Pohan dan M Zul Syafran Hasibuan.

Sedangkan terduga pemilik ganja, Faisal, dan perantara, Adek, tak kunjung tertangkap.

Kuasa hukum kedua terdakwa, Sahor Bangun Ritonga, berharap hati nurani majelis hakim Pengadilan Negeri Padang Sidempuan yang diketuai Lucas Sahabat Nduha terketuk dan menjatuhkan hukuman yang seadil-adilnya. 

Praktisi hukum dari LBH Persada Padang Sidempuan ini mengatakan bahwa Dapot dan Boja tidak pernah berurusan dengan hukum sebelumnya. 

"Ini terpaksa mereka lakukan karena sangat butuh uang. Mereka juga bukan residivis," kata Sahor.

Menurut Sahor, dua kliennya itu bukan aktor utama yang pantas dihukum mati. 

Sebaliknya, mereka justru dapat dijadikan pintu masuk bagi aparat bila memang serius memberantas narkoba.

Dengan kata lain, lanjut Sahor, keduanya memenuhi syarat menjadi justice collaborator.

"Kalau dihukum mati, habislah cerita. Ini semua hanya terhenti di level kurir. Sedangkan siapa bandar dan petaninya itu sendiri tak tersentuh," kata Sahor.

"Mereka hanya tumbal. Keadaan ekonomi mereka dimanfatkan untuk menjadi pemulus aksi oknum tertentu," sambungnya.

Pada Selasa (18/8/2020) lalu, Jaksa Penuntut Umum menuntut Pandapotan Rangkuti (44) dan Adi Saputra Nasution alias Boja (25) dengan pidana hukuman mati.

Mereka dijerat Pasal 114 ayat (2) Jo Pasal 132 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dapot dan Boja dianggap jaksa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana percobaan atau permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman dengan berat melebihi satu kilogram.

Sedangkan sidang agenda vonis rencananya akan digelar pada Senin (31/8/2020) mendatang.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Adi Saputra Nasution alias Boja dan terdakwa Pandapotan Rangkuti masing-masing pidana mati," bunyi tuntutan yang dibacakan Jaksa Gabena.

Mandailing Natal merupakan kabupaten yang dilintasi bentang perbukitan Bukit Barisan. Kecocokan habitat membuat ganja tumbuh dan ditanam oleh segolongan oknum.

Di kawasan yang dikenal dengan Pegunungan Tor Sihite, Kecamatan Panyabungan Timur, aparat gabungan berulang kali memusnahkan lahan ganja yang luasnya mencapai berhektare-hektare. Teranyar dilakukan pada Rabu (10/6/2020) lalu. 

Petugas gabungan menemukan setidaknya delapan hektare ladang ganja di sekitar daerah tersebut.

Sebelumnya juga dilakukan di titik lainnya pada Minggu (19/1/2020). Saat itu, lima hektare ladang ganja dimusnahkan.

Predikat penghasil ganja melekat di daerah itu lantaran dicap sebagai urutan kedua terbanyak secara nasional.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Mandailing Natal Ajun Komisaris Besar Polisi Ramlan kepada wartawan menanggapi penemuan ladang ganja seluas delapan hektare di Kabupaten Mandailing Natal, Rabu (10/6/2020).

Di sisi lain, tuntutan hukuman mati setidaknya sudah lebih dari dua kali dilayangkan terhadap kurir ganja sepanjang 2020.

Selain di Padang Sidempuan, tuntutan hukuman mati juga diterima tiga pemuda asal Aceh sebagai terdakwa dalam kasus ganja seberat 219 kilogram di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (5/6/2020) lalu.

Bedanya, ketiga pemuda tersebut didakwa sebagai bandar. Bukan kurir.

Pada Kamis (20/2/2020), tuntutan serupa dijatuhkan kepada tiga terdakwa kurir ganja seberat 231 kilogram oleh Kejaksaan Tinggi Jambi. 

Namun mereka lolos dari maut usai divonis 17 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (24/8/2020).

Tuntutan ini juga berlaku bagi dua dari lima terdakwa kasus kurir ganja seberat 143 kilogram di Pengadilan Negeri Pematangsiantar, Rabu (22/4/2020).


 

TAG
Nanda Fahriza Batubara
JOIN US
JOIN US