Aksi Protes Kembali Terjadi di Hong Kong, Usai Sempat Terhenti Akibat Pandemi Corona

- Senin, 25 Mei 2020 | 15:19 WIB
Peserta aksi protes undang-undang keamanan nasional di Hong Kong lari dari kejaran polisi (REUTERS/Tyrone Siu)
Peserta aksi protes undang-undang keamanan nasional di Hong Kong lari dari kejaran polisi (REUTERS/Tyrone Siu)

Sekretaris Keamanan Hong Kong John Lee menyebut bahwa "terorisme" tumbuh usai usai ribuan warga kembali turun ke jalan. Warga memprotes rencana Tiongkok memperkenalkan undang-undang keamanan nasional.

"Terorisme tumbuh di kota ini, dan aktivitas yang mengancam keamanan nasional, seperti 'kemerdekaan Hong Kong', menjadi lebih liar," kata Lee dalam sebuah pernyataan, Senin (25/5/2020).

Polisi Hong Kong menangkap lebih dari 180 orang peserta aksi, yang kembali turun dalam jumlah besar setelah beberapa bulan belakangan ini tak memperlihatkan pergerakan gara-gara pandemi corona.

Massa aksi tersebut meneriakkan "kemerdekaan Hong Kong, satu-satunya jalan keluar."

"Hanya dalam beberapa bulan, Hong Kong telah berubah dari yang sebelumnya salah satu kota teraman di dunia menjadi kota yang dibayangi kekerasan," kata Lee.

Dia akan menambahkan ahwa regulasi keamanan diperlukan untuk menjaga kemakmuran dan kestabilan Hong Kong.

Seruan kemerdekaan memang hal yang paling tak diinginkan pemerintah Tiongkok. Tiongkok menganggap Hong Kong merupakan bagian tak terpisahkan dari negaranya.

-
Polisi berjaga-jaga dalam aksi protes undang-undang keamanan nasional di Hong Kong (REUTERS/Tyrone Siu)

Usulan baru regulasi keamanan nasional dapat menjadi alat bagi maksud utama China untuk "mencegah, menghentikan, dan menghukum" hal semacam itu.

Sejumlah badan pemerintah Hong Kong yang mendukung legislasi undang-undang tersebut antara lain Komisi Penegakan Hukum dan Departemen Bea Cukai.

"Pemerintah pusat telah menyatakan bahwa regulasi ini ditujukan bagi sedikit orang yang diduga mengancam keamanan nasional dan tidak akan berdampak pada hak publik secara umum," kata Sekretaris Keuangan Paul Chan.

Meski begitu, sejumlah negara seperti AS, Australia, Inggris, dan Kanada menganggap regulasi tersebut berpotensi menjadi titik balik bagi Hong Kong--pusat keuangan dunia.

Di sisi lain, Pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen menyatakan siap memberikan "bantuan yang diperlukan" bagi warga Hong Kong.

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X