4 Temuan KPK Ini Bikin Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 4 Belum Bisa Dimulai

- Senin, 22 Juni 2020 | 08:37 WIB
Ilustrasi situs Kartu Prakerja. (INDOZONE/M. Fadli)
Ilustrasi situs Kartu Prakerja. (INDOZONE/M. Fadli)

Pendaftaran program kartu prakerja gelombang keempat hingga saat ini belum juga dimulai. Padahal sedianya sudah bisa dilakukan sejak awal Juni 2020 kemarin. 

Tak hanya itu, permasalahan lain juga ditemui dalam pelaksanaan program kartu prakerja, yakni belum cairnya insentif bulan kedua bagi peserta kartu prakerja yang sudah mengikuti pelatihan. Padahal sedianya insentif tersebut cair pada 10 Juni 2020 lalu. 

Penjelasan dari Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari adalah, keterlambatan pencairan insentif bulan kedua tersebut lantaran proses evaluasi yang saat ini tengah dilakukan oleh Komite Prakerja dan lembaga pengawas.
 
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam hal ini yaitu Direktorat Pencegahan, telah merampungkan kajian komprehensif terkait dengan pelaksanaan program kartu prakerja. 

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ipi Maryati, saat dihubungi Indozone mengatakan, KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam empat aspek terkait tata laksana sehingga pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam implementasi program. 

"Empat aspek permasalah itu ditemukan mulai dari pendaftaran, kemitraan dengan platform digital, materi pelatihan hingga metode pelaksanaan," ujar Ipi kepada Indozone, Senin (22/6/2020). 

Ipi menjelaskan, pada proses pendaftaran, terdapat dua permasalahan mendasar, yaitu Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan telah mengkompilasi data pekerja yang terkena PHK dan sudah dipadankan dengan NIK yang ada berjumlah 1,7 Juta pekerja terdampak (white list). Namun faktanya hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143 ribu. Sedangkan, sebagian besar peserta yang mendaftar untuk tiga gelombang yaitu 9,4 juta orang. 

"Jadi pendaftar bukanlah target yang disasar oleh program ini," ungkapnya. 

Fakta selanjutnya yaitu penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar, dinilai tidak efisien. Padahal penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek saja disebut sudah memadai. 

Pada proses kerjasama dengan platform digital, KPK juga menemui masalah. Hasil kajian KPK menyimpilkan bahwa kerja sama dengan delapan platform digital tersebut tidak melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ). 

"Terdapat konflik kepentingan pada 5 dari 8 platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," ungkap Ipi. 

Kemudian terkait dengan materi pelatihan. KPK, kata Ipi menemukan permasalahan bahwa kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13% dari 1.895 pelatihan (Himpunan Lembaga Latihan Seluruh Indonesia). 

"Materi pelatihan tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Dari 1.895 pelatihan dilakukan pemilihan sampel didapatkan 327 sampel pelatihan. Kemudian dibandingkan ketersediaan pelatihan tersebut di jejaring internet. Hasilnya 89% dari pelatihan tersedia di internet dan tidak berbayar termasuk di laman prakerja.org," ungkapnya. 

Terakhir, terkait dengan pelaksanaan program. KPK menemukan permasalahan pada metode pelaksanaan program pelatihan secara daring yang berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara karena metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.  

Permasalahan juga muncul ketika lembaga pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan kartu prakerja yang telah dipilih.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X