Soal Pernikahan Siswi SMP di Buru Selatan, Kemeko PMK Sebut Sudah Lakukan Upaya Pencegahan

- Kamis, 14 Oktober 2021 | 12:30 WIB
Ilustrasi pernikahan anak. (Pexels/ Leah Kelley)
Ilustrasi pernikahan anak. (Pexels/ Leah Kelley)

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Femmy Eka Kartika Putri menyesalkan terjadinya pernikahan siswi SMP yang merupakan anak Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Buru Selatan, Maluku.

Dia menuturkan, pemerintah telah berusaha sekuat tenaga untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi hak-hak anak dan melindungi masa depannya.

"Kemenko PMK dan Kementerian/Lembaga, mitra pembangunan telah melakukan upaya-upaya pencegahan perkawinan anak dengan berbagai program dan kegiatan," kata Femmy  dalam siaran persnya, Kamis (14/10/2021).

Selain itu, negara juga berperan, melalui beberapa regulasi, antara lain Undang-Undang No 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

"Dalam regulasi tersebut dijelaskan perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun," tutur Femmy.

Lebih lanjut, menurut Femmy, perkawinan anak akan membawa dampak buruk baik dari sisi kesehatan, psikis, sosial, dan ekonomi. Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.

Baca juga: Heboh Pernikahan Siswi SMP dengan Tokoh Agama, KPAI Ungkap Potensi Pelanggaran Hak Anak

Termasuk di dalamnya memenuhi hak-hak anak, seperti yang tertuang pada Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Peran orangtua sebagai lingkungan utama dan utama anak juga seharusnya dapat mencegah perkawinan anak," imbuh dia.

Di sisi lain Femmy menjelaskan, terjadinya perkawinan anak kebanyakan disebabkan oleh faktor tradisi, budaya yang melanggengkan perkawinan anak, serta kurangnya pemahaman terkait batas usia perkawinan anak dan dampaknya.

"Tidak semua mengerti, tidak semua baca UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak. Masih ada pro kontra pemahaman pencegahan perkawinan anak. Padahal mandat dari negara tersebut harus dimengerti oleh masyarakat, termasuk orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat," jelasnya.

Femmy menerangkan, perkawinan anak korbannya adalah anak. Oleh sebab itu, anak sangat perlu terus menerus diberi edukasi yang tepat dan sesuai dengan usianya.

"Agar Pencegahan Perkawinan Anak dan dampak perkawinan anak dipahami oleh anak, kami telah melaksanakan webinar Pencegahan Perkawinan Anak, yang dihadiri oleh 2500-an peserta, sebagian besar anak, usia 13 – 18 tahun, siswa/siswa pendidikan formal dan non formal jenjang SMP, SMA, SMK se derajat, santriwan dan satriwati, dan wakil dari Forum Anak se Indonesia, serta GenRe," tuturnya.

Deputi Femmy mengatakan, Kemenko PMK bersama K/L terkait dan mitra pembangunan akan terus berupaya mencegah perkawianan anak dan akan lebih menggencarkan sosialisasi pencegahan perkawinan anak kepada masyarakat luas setelah sosilasisasi kepada anak. Sosialisasi tersebut akan dilakukan bersama dengan Kementerian/Lembaga, Mitra Pembangunan dan Organisasi Keagamaan.

Halaman:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X