Sebelumnya, salah satu kabupaten di Provinsi Guizhou, China, mengeluarkan larangan perayaan Natal di sekolah. Larangan tersebut dikeluarkan demi menjaga keamanan para murid dan tidak ada hubungannya dengan pemboikotan terhadap perayaan ala Barat.
Oleh sebab itu, pengamat sosial di China sangat menyayangkan pemberitaan media Barat yang dianggapnya berlebihan dalam menanggapi larangan perayaan Natal di kabupaten tersebut.
"Larangan Natal di sekolah sudah berlangsung selama beberapa tahun demi menjaga keamanan para siswa," ujar seorang pegawai biro pendidikan dan teknologi di Kabupaten Qianxi bermarga Pan.
Dalam surat edaran tersebut, para murid juga dilarang mengenakan pakaian yang bertema Natal di gereja atau ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
Meski ada pelarangan di beberapa kota, namun perayaan Natal masih mudah didapati di kota lainnya. Di Beijing, hampir semua mal, restoran dan perkantoran dihiasi aksesoris Natal.
Begitu juga dengan hotel-hotel di Harbin juga berhias Sinterklas dan karangan pohon cemara.
Natal juga menjadi topik hangat di media sosial Sina Weibo. Demikian pula di beranda Wechat, sudah tidak terhitung lagi jumlah topik Natal.
Pengamat dari Akademi Ilmu Sosial China (CASS) Beijing, Zhi Zhenfeng menilai banyak warga China yang menjadikan perayaan Natal untuk liburan dan memang itu sudah pilihan bagi mereka, baik bertujuan untuk merayakan atau tidak.
"Kami tidak menganggap hal ini terlalu serius, tapi sejumlah media justru sebaliknya. Media Barat sangat sensitif terhadap China," ujar Zhi.