Opini WTP Bukan Tolak Ukur Kinerja, Pemerintah Diminta Tak Terbuai

- Jumat, 10 September 2021 | 14:29 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) didampingi pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.)
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) didampingi pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.)

Anggota Banggar DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengingatkan kepada pemerintah agar jangan berpuas diri dengan capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

“Wajar Tanpa Pengecualian hanya menyoroti serapan anggaran dengan pertanggungjawaban administratif. Capaian ini belum bisa digunakan sebagai tolok ukur kinerja anggaran dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi,"  tutur Netty, Jumat (10/9/2021).

Dia menambahkan alangkah baiknya pemerintah tidak terbuai karena sudah meraih opini WTP. Sebab WTP kurang bermakna dan tidaklah cukup jika pelaksanaan kegiatan di lapangan belum baik.

Baca Juga: Bingung Anies Dapat WTP BPK, Ketua DPRD DKI: Ada Pemborosan, Orang Meninggal Digaji

“Pemerintah tidak boleh terbuai apalagi merasa sudah berhasil karena opini WTP. Kunci keberhasilan kinerja program harus bisa diukur tingkat keluaran, dampak dan manfaatnya. WTP kurang bermakna dan tidaklah cukup jika pelaksanaan kegiatan di lapangan kacau-balau dan tidak memberikan dampak signifikan," jelas Netty.

Apalagi, lanjut Netty, dalam catatan BPK terdapat selisih alokasi biaya program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam APBN 2020 dan publikasi Kementerian Keuangan sebesar Rp146,69 Triliun. Lalu dalam APBN jumlahnya Rp841,89 triliun, berbeda dengan publikasi Kementerian Keuangan yang Rp695,2 triliun.

“Ini menunjukkan penggunaan anggaran yang kurang optimal, bisa dibilang asal-asalan. Seharusnya pemerintah dapat mendeteksi kekeliruan tersebut sebelum dilaporkan dalam publikasi pemerintah. Bukan hanya soal angka, tapi juga skema sumber pendanaan,  penggunaan, maupun manfaat yang diterima oleh rakyat dari program tersebut," urai dia.

Selain itu dia mengatakan bahwa Fraksi PKS DPR RI beberapa waktu lalu merupakan satu-satunya Fraksi yang mengajukan nota keberatan atau minderheids atas laporan pertanggungjawaban realisasi APBN 2020.

“Pemerintah harus menindaklanjuti 23 catatan kritis FPKS atas penggunaan APBN 2020," katanya.

Menurut Netty, FPKS menyoroti catatan BPK terkait upaya penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, diantaranya, kebijakan pelaporan biaya penanganan Covid-19 yang belum mencakup mekanisme pelaporan secara utuh.

“Data kegiatan atau pekerjaan pada Pemulihan Ekonomi Nasional tidak terkendali, sehingga terdapat nilai DIPA yang lebih tinggi dari nilai alokasi anggaran,” tandasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X