Tari Sakral dari Bali Dilarang Untuk Pemecahan Rekor MURI

- Rabu, 18 September 2019 | 13:39 WIB
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Bersama tentang Penguatan dan Pelindungan Tari Sakral Bali, kini Tari Barong Ket dan sejumlah tari sakral lainnya dari Bali dilarang untuk dipentaskan atau dipertontonkan. Hal ini berlaku di hotel-hotel atau tujuan komersial lainnya, terlebih untuk pemecahan rekor MURI.

"Tari sakral tidak boleh dipentaskan di sembarang tempat, apalagi digunakan di hotel, apalagi untuk mendapatkan rekor MURI. Menurut saya ini sudah desakralisasi, bergeser jauh. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut yang akhirnya akan merusak seni dan tatanan yang kita miliki, yang diwariskan para leluhur," ucap Gubernur Bali Wayan Koster usai acara penandatanganan Keputusan Bersama tentang Penguatan dan Pelindungan Tari Sakral Bali di Kediaman Jayasabha, Denpasar, Selasa (17/09).

Keputusan tersebut ditandatangani oleh Ketua PHDI Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Bendesa Agung Majelis Desa Adat Bali Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibya) Bali Prof Dr I Made Bandem, Kepala Dinas Kebudayaan Bali I Wayan Adnyana, dan Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha.

-
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

 

Gubernur Bali Wayan Koster juga ikut menandatangani keputusan tersebut sebagai unsur yang mengetahui. Koster mengatakan bahwa kesenian di Bali berakar dari karya yang dibuat untuk kepentingan upacara agama maupun adat. Seni tersebut juga menjadi nilai lebih dari Bali.

Ritual keagamaan di Bali juga dijalankan dengan tradisi, adat istiadat, serta diisi dengan berbagai unsur seni seperti gamelan dan tariannya.

-
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

 

"Dalam perjalanannya saya melihat fenomena banyak seni-seni tari sakral yang mulai bergeser, yang dipentaskan, dipertontonkan tidak pada tempatnya. Itu akan menurunkan kesakralannya, merusak tatanan seni itu sendiri," ucap Koster.

Keputusan bersama ini sebagai upaya untuk mempertegas pada masyarakat Bali agar mengetahui mana yang termasuk tari sakral yang harus dijaga bersama-sama kesakralannya secara utuh dan mana tari sebagai karya kreatif yang boleh dipertontonkan di luar kepentingan upacara.

"Tetapi jangan diartikan ini cara untuk membatasi atau mengekang dalam berkesenian, sama sekali tidak. ISI Denpasar, sanggar-sanggar seni, sekaa-sekaa (kelompok seni-red) yang ada dimana-mana, sangat didorong untuk terus berkreasi, menciptakan satu karya seni. Boleh berbasis pada seni tradisi, seni sakral, tetapi tentu berbeda dalam garapan dan kemasannya," ucapnya.

"Jadi, saya kira satu cara hidup tertib tidak harus melalui sanksi, tetapi bentuk kesadaran kita bersama karena kepentingan kita untuk melindungi tari sakral," sambungnya.

-
ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo

Koster bersama dengan pihaknya juga akan menyiapkan perda dan pergub untuk menindaklanjuti keputusan bersama tersebut. Namun sebelum terbitnya regulasi,  akan dilakukan sosialisasi oleh pihak terkait seperti Listibya, ISI Denpasar, PHDI, Majelis Desa Adat dan Dinas Kebudayaan.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan "Kun" Adnyana mengatakan bahwa dalam keputusan bersama itu berisi sejumlah poin diantaranya melarang semua pihak mempertunjukkan/mempertontonkan/mempergelarkan/mementaskan segala jenis dan bentuk tari sakral Bali di luar tujuan sakral (upacara dan upakara Agama Hindu).

Lalu prajuru desa adat, lembaga pemerintah/non-pemerintah, sekaa/sanggar/komunitas dan masyarakat Bali diharuskan melakukan langkah-langkah pencegahan, pengawasan, dan pembinaan dalam rangka penguatan dan perlindungan tari sakral Bali.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X